NUNUKAN, KOMPAS.com – Sudah hampir dua tahun lamanya anak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Pondok Pesantren (Ponpes) Mutiara Bangsa Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, tidak bisa masuk Malaysia akibat kebijakan lockdown otoritas setempat dalam upaya penanggulangan wabah Covid-19.
Selama itu pula, mereka harus rela berlebaran di asrama, melewatkan perjumpaan dengan keluarga yang biasanya hanya terjadi setahun sekali karena jarak memisahkan mereka demi menuntut ilmu.
Perjumpaan, hanya bisa dilakukan melalui komunikasi ponsel, itu pun dengan waktu yang dibatasi dan dalam pengawasan.
Baca juga: Tiap Hari Ada 300 TKI Pulang dari Malaysia lewat Kalbar
"Kecuali untuk belajar daring, Hp harus dikumpul di pengasuh pondok. Aturan di pondok sangat ketat karena kita semua tahu kalau tidak bijak menggunakan Hp, maka anak anak akan terjerumus pada perbuatan sia-sia," ujar Pengasuh Ponpes Mutiara Bangsa Sebatik Ustadz Abu Ubaidah saat dihubungi, Rabu (28/4/2021).
Ponpes Mutiara Bangsa memang memiliki aturan ketat terhadap pemakaian ponsel.
Pengasuh hanya akan membagikan ponsel para santri ketika belajar daring dan akan mengumpulkannya kembali saat jam belajar selesai.
Di Ponpes yang berdiri sekitar tahun 2009 ini, ada lebih dari 100 anak anak TKI usia SMP dan SMK. Orangtua mereka menjadi buruh perkebunan kelapa sawit di Malaysia.
Baca juga: 3 TKI Positif Covid-19, Satgas Nunukan: Mereka Terpapar di Malaysia
Hanya impian mengubah nasib dan tekad kuat ingin meningkatkan derajat orangtua sajalah yang menjadikan mereka rela untuk menahan rindu.
Untuk berkomunikasi dengan keluarga, biasanya dilakukan para santri di hari libur.
Jam pemakaian ponsel juga dibatasi dari pukul 08.00 hingga pukul 15.00 wita.
"Itu demi kebaikan mereka. Jadi barang siapa tidak mau merasakan pahitnya menuntut ilmu yang hanya sesaat, dia tidak akan merasakan buah dari usahanya," imbuh Abu Ubaidah.