SEMARANG, KOMPAS.com - Seorang warga Kota Semarang mengalami trauma yang mendalam akibat kekerasan yang dilakukan oleh sang suami.
Korban harus menanggung derita fisik dan batin sepanjang kurun waktu lebih dari 10 tahun karena perlakuan semena-mena suami.
Baca juga: Pandemi Covid-19 Jadi Pemicu Kasus Kekerasan Perempuan di Solo Meningkat
Korban baru berani melaporkan kejadian tersebut kepada Jaringan Peduli Perempuan dan Anak Jawa Tengah (JPPA Jateng).
Pasalnya, selama ini korban ingin menjaga keutuhan rumah tangganya.
Koordinator JPPA Jateng Nihayatul Mukharomah mengatakan, kekerasan fisik dan psikis yang dialami korban berawal sejak tahun 2010.
"Puncaknya di bulan Maret 2021, pelaku melakukan kekerasan lagi. Pelaku menampar pipi kanan korban berkali-kali, memukul kepala korban dengan botol air minum ukuran 800 mililiter hingga botol tersebut terlempar," jelasnya dalam siaran pers, Kamis (8/4/2021).
Ironisnya, tubuh korban didorong dan hidungnya dipukul sebanyak dua kali di depan kedua anaknya yang masih kecil hingga berlumuran darah.
Baca juga: Sepanjang 2020, Ada 69 Kasus Kekerasan Anak dan Perempuan di Malut
Sebelumnya, aksi kekerasan yang dilakukan SH itu berasal dari pengaduan korban ke LBH APIK yang selama ini memperjuangkan hak-hak perempuan.
Pelaku terus mengulangi perbuatannya pada kurun waktu 2016 dan terakhir pada 27 Maret 2021.
"Awalnya antara korban dan pelaku terjadi perselisihan. Kemungkinan karena ada pihak ketiga. Karena korban pernah mendapati percakapan pelaku dengan perempuan lain di ponsel pelaku, dengan isi percakapan layaknya sepasang kekasih," ungkapnya.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan