Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pandemi, Para Ibu Pun Takut Memeriksakan Anaknya ke Posyandu

Kompas.com - 24/02/2021, 13:13 WIB
Rachmawati

Editor

Selain menimbang berat badan anak, Posyandu memberikan layanan lain seperti imunisasi, vitamin A, dan suplementasi Zinc untuk mencegah penyakit.

Ibu hamil juga mendapat pelayanan kesehatan, termasuk tablet tambah darah untuk mencegah anemia dan makanan tambahan.

Baca juga: KPAI Harap Posyandu Kembali Dibuka dengan Syarat...

Beberapa ibu dapat pergi ke rumah sakit atau klinik untuk mendapatkan layanan tersebut.

Namun banyak ibu yang tidak punya akses atau tidak mampu membayar untuk pergi ke klinik sangat mengandalkan pelayanan gratis dari Posyandu. Dan kelompok inilah yang, menurut Prof. Endang, paling berisiko.

"Justru mereka yang memerlukan, yang harus diidentifikasi itu adalah kelompok yang tidak berkemampuan dan pengetahuannya tidak optimal. Justru di sini yang risiko stunting lebih besar," ujarnya.

Ia menambahkan, Posyandu juga lebih dekat dengan komunitas.

"Biasanya ibu-ibu Posyandu mengabari, kalau sudah waktunya Posyandu mereka keliling. Jadi dicariin, mereka proaktif."

Baca juga: IDAI: Covid-19 Hambat Imunisasi, Orangtua Takut Bawa Anak ke Posyandu

Mungkinkah target mengatasi stunting tercapai?

Iing Mursali, ketua Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (TP2AK) yang berada di bawah Sekretariat Wakil Presiden, mengakui bahwa memang ada prediksi bahwa angka stunting akan naik setelah pandemi. Namun belum diketahui seberapa besar.

Menurut Iing, dampak pandemi pada kasus stunting harus dilihat dalam jangka panjang, tidak bisa dalam satu-dua bulan saja.

Ia menambahkan bahwa dampaknya tergantung pada lamanya pandemi dan besaran bantuan sosial alias social safety net yang diberikan pemerintah.

Baca juga: 7 Langkah Cepat Kepala Daerah Tangkal Corona, Lacak Peserta Seminar, Tutup Posyandu dan Tes Gratis

Kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) menimbang berat badan balita saat kegiatan Posyandu balita khusus daerah pedalaman di Desa Matabundu, Kecamatan Laonti, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Jumat (13/11/2020). Kegiatan Posyandu keliling di daerah pedalaman itu bertujuan menekan jumlah penduduk stunting atau gagal tumbuh serta mendukung pencapaian pembangunan kesehatan ibu dan anak terutama penurunan angka kematian balita. ANTARA FOTO/Jojon/wsj.ANTARA FOTO/JOJON Kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) menimbang berat badan balita saat kegiatan Posyandu balita khusus daerah pedalaman di Desa Matabundu, Kecamatan Laonti, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Jumat (13/11/2020). Kegiatan Posyandu keliling di daerah pedalaman itu bertujuan menekan jumlah penduduk stunting atau gagal tumbuh serta mendukung pencapaian pembangunan kesehatan ibu dan anak terutama penurunan angka kematian balita. ANTARA FOTO/Jojon/wsj.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia sudah berhasil menurunkan angka stunting dari 30,8% pada 2018 menjadi 27,7% pada 2019. Pada 2020, diperkirakan angka itu kembali naik.

Namun ia menegaskan bahwa pemerintah tetap berkomitmen pada target menekan angka stunting hingga 14% pada 2024.

"Pencegahan stunting tetap menjadi prioritas nasional," ujarnya kepada BBC News Indonesia.

Iing mengatakan pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mencapai target tersebut, termasuk menambah penerima manfaat bantuan sosial dan menyusun panduan bagi pelayanan Posyandu selama pandemi.

Baca juga: Pulang Tamasya, 8 Nyawa Kader Posyandu Melayang di Tanjakan Emen

Pemerintah juga telah melakukan realokasi anggaran Kementerian/Lembaga untuk berbagai program sosial yang berkaitan dengan stunting, ia menambahkan.

"Secara total untuk stunting yang awalnya 27T naik jadi sekitar lebih dari 38T," ungkapnya.

Bagaimanapun, Prof. Endang merasa akan sangat sulit mencapai target angka stunting 14% dalam keadaan pandemi.

Pasalnya, stunting bukan sesuatu yang gampang diturunkan karena merupakan hasil kekurangan gizi dan infeksi yang kronis dan berulang.

Baca juga: Fakta Gadis 16 Tahun Disiksa karena Dituduh Curi Cincin, Dianiaya di Rumah Posyandu...

"Sehingga menanggulanginya tidak bisa cepat," ujarnya.

Ia berharap semua pimpinan daerah segera gencar bertindak untuk mengatasi masalah stunting, yang dampaknya dapat dirasakan dalam tiga generasi.

Itu karena ketika ibu hamil mengalami masalah, pembentukan janin termasuk organ reproduksi - sel telur atau sperma - tidak optimal. Akibatnya, anak si janin juga berisiko mengalami stunting.

Baca juga: Menjemput Sehat di Posyandu Lansia...

"Artinya kalau dia ada masalah sedikit saja, anak yang dulu orang tuanya kekurangan gizi, dia akan lebih mudah terserang penyakit jantung, pendek, nggak pintar," Prof. Endang menjelaskan.

Jika ini dibiarkan, sambung Prof. Endang, akan terjadi efek spiral yang memperbesar kesenjangan antara mereka yang kaya dan yang miskin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com