Milo susu menjadi bahasa sindiran masyarakat
Wilayah yang terdampak paling parah saat banjir kiriman datang adalah 4 desa di Kecamatan Sembakung, masing masing Desa Tujung, Desa Bungkul, Desa Tagul dan Desa Atap.
Di wilayah tersebut, biasanya banjir berkepanjangan sehingga mencapai atap rumah dan baru surut dalam waktu sebulan.
Kepala Desa Atap Syahrial menuturkan, saat ini masyarakat belum mau disebut korban banjir.
Baca juga: Potret Pekerja Anak di Industri Kelapa Sawit, Tak Sekolah hingga Diselundupkan ke Malaysia
Bagi warga desa Atap, banjir adalah ketika air sudah merendam rumah dan mereka mencari lokasi untuk mengungsi.
Meski demikian, Syahrial mengatakan, masyarakat sudah sangat muak dengan kondisi ini.
"Sudah berulang kali kita sampaikan ke pemerintah kabupaten bahkan gubernur. Malaysia seharusnya bertanggung jawab atas ini. Mereka gundul dia punya hutan diganti sawit, apa enggak kita yang kena imbasnya," katanya.
Bahkan saking bosannya masyarakat setempat meminta solusi, banjir dengan air coklat pekat dibahasakan dengan istilah kiriman susu Milo dari Malaysia.
"Kita yang di sini parah betul memang, ini air banjir dengan susu Milo ndak ada beda. Makanya kita katakan, orang yang paling senang hidup itu kami, siapa bilang kami miskin? Tiap tahun diantar Milo susu oleh sebelah (Malaysia) sampai muak dan tidak kami minum itu barang" ujarnya lagi.
Baca juga: Cerita 3 Kapal Malaysia Tepergok Curi 3 Ton Ikan, Sempat Memutus Jaring dan Berusaha Kabur
Namun demikian, masyarakat masih mendapat berkah dari banjir kiriman yang terjadi, kepekatan air banjir membuat ikan sekalipun tidak tahan berlama lama di air.
Insang ikan penuh lumpur sehingga saat banjir terjadi, banyak ikan muncul ke permukaan dan menjadi konsumsi masyarakat selama menunggu air surut yang biasanya terjadi sampai sebulan penuh.