Manfaatkan bangunan sarang walet sebagai tempat mengungsi
Sejumlah tetua adat dan kepala desa sudah tidak terhitung berapa kali menyuarakan persoalan tersebut.
Mereka meminta pemerintah Indonesia memaksa Malaysia bertanggung jawab atas banjir kiriman ini.
Syahrial mengatakan, banjir kiriman bahkan bisa datang 8 kali dalam setahun, dengan ketinggian air mencapai atap rumah.
Baca juga: Oknum Anggota DPRD di Kaltara Buron, Diduga Bandar 2 Kg Sabu dari Malaysia
Tak ayal, sawah, ladang dan ternak musnah, sehingga warga di perbatasan kian kesulitan bertahan hidup.
"Pernah kan setahun delapan kali banjir, untung ada kandang burung wallet tinggi dibikin, terpaksa walet diusir dulu, dipakai tempatnya orang mengungsi," katanya.
Keberadaan pengungsi di bangunan sarang burung wallet, dikatakan bukan hal aneh.
Menurut Syahrial, harga sarang walet bukan lagi menjadi perkara penting saat mereka tengah kebanjiran.
"Walet mundur dulu, banyak warga tempati kandang kandang walet, kalau banjir jadi antik ini kampung kita, karena manusia mengisi kandang burung," katanya.
Baca juga: Kaltara Dapat 10.680 Dosis Vaksin Sunovac untuk 4.949 Tenaga Kesehatan
Distribusi bantuan belum maksimal
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Nunukan Hasriansyah membenarkan pameo masyarakat terkait banjir kiriman yang terjadi.
Ia juga tidak menampik karena saking terbiasanya, masyarakat baru menyebut kata banjir manakala air sudah merendam rumah mereka.
"Saat ini air dalam rumah itu setinggi mata kaki, kalau kita di kota, melihat ini sudah luar biasa, bagaimana tidak? Rumah mereka kan panggung, kalau dalam rumah setinggi mata kaki, berarti di jalanan orang sudah tenggelam. Tapi selama air belum sampai atap rumah, mereka belum anggap itu banjir," katanya.