Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WN Australia yang Buat Obat dari Tanaman Kratom Tak Bisa Dijerat dengan UU Narkotika, Ini Alasannya

Kompas.com - 11/11/2020, 18:19 WIB
Dheri Agriesta

Editor

KOMPAS.com - Polisi mengungkap sebuah industri rumahan yang membuat obat dari tanaman kratom di sebuah vila di Jalan Beraban, Taman Kerobokan, Kuta, Badung, Bali pada Kamis (5/11/2020).

Industri rumahan itu milik seorang warga negara (WN) Australia berinisial TJM (43).

Obat dari tanaman kratom itu memiliki efek halusinasi yang sama dengan narkoba jenis sabu.

Pembongkaran industri rumahan itu bermula ketika polisi menangkap TJM (43) yang memesan narkoba jenis sabu seberat 0,86 gram pada Kamis (5/11/2020).

Saat penggeledahan, polisi menemukan industri rumahan yang membuat obat-obatan dari tanaman kratom itu.

Baca juga: Seorang Pemuda Dianiaya Oknum Anggota TNI di Markas Koramil, Danramil: Kami Minta Maaf...

Sayangnya, polisi tak bisa menjerat TJM dengan Undang-Undang Narkotika terkait industri rumahan obat itu.

Padahal, efek yang ditimbulkan obat itu sama dengan narkoba jenis sabu. Sebab, tanaman kratom tak masuk kategori terlarang dalam Permenkes Nomor 22 Tahun 2002 tentang penggolongan narkotika.

"Setelah kita lakukan pemeriksaan ini belum diatur oleh Pemenkes sebagai bahan yang berbahaya. Padahal efek yang ditimbulkan sama persis dengan narkoba jenis sabu," kata Kapolresta Denpasar Kombes Jansen Aviatus Panjaitan, di Mapolresta Denpasar, Rabu (11/11/2020).

Jansen mengatakan, obat itu diedarkan pelaku ke sesama warga negara asing di Bali. Selain itu, obat itu juga diedarkan ke Australia.

"Jadi pada umumnya, barang Ini baru dikonsumsi WNA," kata Jansen.

 

Tanaman kratom dari Pontianak

Berdasarkan keterangan pelaku, tanaman kratom yang menjadi bahan utama obat itu didapat dari Pontianak, Kalimantan Barat.

Pelaku mengaku telah enam bulan memproduksi obat tersebut.

Obat itu dibuat dengan mencampurkan daun dan bunga kratom serta cairan kimia. Campuran itu menghasilkan bubuk yang dimasukkan ke dalam kapsul untuk dikonsumsi.

"Jadi bisa bikin melayang (obat ini). Halusinasinya sampe 7 jam," katanya.

Baca juga: Soal APK di Bangunan Cagar Budaya, Tim Machfud-Mujiaman: Jika Melanggar, Kami Turunkan

Saat ini, polisi berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk mendalami obat-obatan itu.

"Kita akan berkoordinasi dengan Badan POM karena belum ada UU yang bisa kita pidanakan. Langkahnya selanjutnya bagaimana," kata dia.

Dalam penangkapan itu, polisi menyita lima jeriken cairan kimia, tujuh botol coklat cairan kimia, satu plastik serbuk putih, tiga loyang serbuk kimia, sembilan loyang adonan, satu loyang pecahan daun hijau, dan tiga blender.

Lalu, dua loyang adonan coklat gelap, tiga kotak plastik serbuk hijau, satu plastik besar kapsul, timbangan digital, dan saringan plastik.

 

Dijerat kepemilikan sabu

Saat ini, TJM ditangkap dan dijerat atas dugaan pemesanan narkoba jenis sabu. Ia disangkakan dengan Pasal 112 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Sabu tersebut dipesan TJM dari dua kurir berinisial W (45) dan M (38) yang telah ditangkap sebelumnya.

Baca juga: WN Australia Buat Obat dari Tanaman Kratom, Polisi: Efeknya Sama dengan Sabu

Penangkapan itu berawal dari laporan masyarakat tentang transaksi narkoba yang sering terjadi di Jalan Mahendradata Selatan.

Petugas menangkap kedua kurir itu saat melintas di jalan tersebut pada Kamis (5/11/2020).

Saat digeledah, polisi menemukan narkoba jenis sabu. Mereka mengaku sabu itu merupakan pesanan TJM.

(KOMPAS.com/Imam Rosidin)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com