Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Lengkap Bocah 11 Tahun Yatim Piatu Dirantai dan Dikurung Tantenya di Kios Pasar

Kompas.com - 10/11/2020, 05:51 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - RK bocah 11 tahun ditemukan dalam kondisi kaki dan tangan terikat rantai serta mulut ditutup lakban di sebuah kios di Oasar Baruga, Kota Kendari, Sulawesi Tengah, Minggu (8/11/2020).

Ia ternyata disekap oleh SR (55), tante RK yang sudah 6 tahun mengasuh RK setelah orangtua RK meninggal dunia saat RK berusia 4 tahun.

Kasus tersebut terungkap setelah salah satu pedagang di Pasar Baruga, Sarifuddin (33) sedang mengupas sayur dan ia mendengar suara orang meminta tolong.

Baca juga: Kronologi Ditemukannya Bocah 11 Tahun yang Disekap Tantenya di Pasar, Berawal dari Suara Tangisan

Ia pun mencari sumber suara yang ternyata berasal dari kios milik SR.

Sarifuddin dan pedahang lainnya kemudian membuka paksa pintu kios tersebut dan mereka menemukan RK dalam posisi tubuh miring.

Dua tangan dan kakinya terikat menjadi Satu dengan rantai yang digembok dalam keadaan terkunci. Sementara mulutnya tertutup laban warna kuning.'

Sarifuddin kemudian menyelamatkan anak tersebut dan membuka lakban. Namun rantai yang mengikat tangan bocah 11 tahun tersebut tak bisa segera dibuka.

Baca juga: Fakta Bocah 11 Tahun Disekap Tantenya di Pasar, Diselamatkan Pedagang Saat Minta Tolong

"Saya bersama iparku bawa ini anak keluar dari kios, lalu buka lakban dari mulutnya. Namun rantai yang mengikat kedua tangan dan kedua kakinya tidak bisa terbuka karena dalam posisi terkunci dengan gembok," tutur Sarifuddin berdasarkan keterangannya di Polsek Baruga, Senin (9/11/2020).

Selang satu jam kemudian tante sang bocah datang ke pasar dan oleh warga ia diminta untuk membuka gembok rantai yang membelit RK.

"Kami lihat ini anak mengalami luka lebam bekas cubitan di kedua pahanya," ungkapnya.

Kasus tersebut kemudian dilaporkan ke Manager Operasonal PD Pasar Kota Kendari dan diteruskan ke Polsek Baruga.

RK pun dibawa ke RS Bhayangkara untuk divisum.

Baca juga: Bocah 11 Tahun Disekap Tantenya di Pasar, Tangan dan Kaki Dirantai

Kesal karena kerap bermain

Ilustrasi anak-anak kekurangan makananShutterstock/coffee prince Ilustrasi anak-anak kekurangan makanan
Kepala Polsek Baruga Ajun Komisaris I Gusti Komang Sulastra mengatakan dari hasil interogasi sementara, SR mengaku kesal dengan ulah RK tidak pulang ke rumah karena bermain di pasar.

Padahal RK sedang sekolah daring namun menurut SR keponakannya kerap bermain di luar rumah.

Menurut Gusti, saat bertemu RK di pasar, SR langsung mengurung bocah 11 tahun itu di kios miliknya untuk efek jera.

Tak hanya itu, pelaku juga beberapa kali mencubit korban.

Selain itu Gusti juga mengatakan jika pelaku sempat mengalami depresi pascaoperasi.

Baca juga: Bocah 11 Tahun yang Terseret Arus Kanal Banjir Timur Ditemukan Tewas

”Alasannya karena ingin memberikan efek jera dan baru kali ini dilakukan. Tapi, kami masih mendalami karena diketahui pelaku beberapa waktu sebelumnya sempat mengalami depresi pascaoperasi."

"Kami telah mengamankan pelaku dan saat ini sedang melengkapi administrasi terkait kejadian ini. Karena bagaimanapun kita tidak ingin anak-anak kita yang dilindungi oleh Undang-undang mendapat perlakuan kasar dari orang lain," jelas dia dilansir dari Kompas.id.

Akibat perbuatan itu, pelaku akan dijerat dengan UU Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun.

Polisu juga mengamankan barang bukti antara lain lakban warna kuning dan rantai.

Baca juga: Anak Dianiaya Ayah Kandung di Duren Sawit, Kak Seto: Ini Dampak Pandemi Covid-19

Dua kali disekap oleh pelaku

Ilustrasi kekerasan seksualSHUTTERSTOCK Ilustrasi kekerasan seksual
Sementara itu Direktur Rumpun Perempuan Sultra, Husnawati yang mendamping korban mengatakan, dari hasil wawancara RK mengaku sudah dua kali disekap oleh tantenya.

Penyekapan pertama, RK diikat dengan tali di kios yang sama. Tapi ia bisa meloloskan diri dengan menggunakan pisau.

”Tapi, karena pakai tali rafia, korban bisa lolos dengan menggunakan pisau. Kali ini pakai rantai yang digembok sehingga korban tidak bisa keluar lagi. Selain itu, kami lihat paha kiri dan kanan korban penuh memar seperti bekas cubitan,” ucapnya dilansir dari Kompas.id.

Selain dianiaya, Husnawati menduga korban dieksploitasi oleh pelaku karena setiap pagi RK mulai bekerja dengan menjadi pengangkat barang dan belanjaan pembeli di pasar.

Baca juga: Jenazah Pria dengan Luka di Wajah Ditemukan di Lapangan Kentungan Yogya, Diduga Dianiaya

Selain itu SK harus membantu SR membungkus ikan untuk dikirim ke perusahaan. SK kemudian melanjutkan pekerjaan mengangkat barang pembeli hingga pasar tutup.

Jika ia tidak membawa uang banyak, maka ia akan dimarahi oleh tantenya. Hal itu yang membuat ia tak pulang satu malam dan menginap di emperan pasar.

”Korban memang tidak disuruh, tetapi kalau pulang tidak membawa uang banyak, korban dimarahi. Itu makanya korban tidak pulang satu malam dan menginap di emperan pasar,” kata Husnawati.

Baca juga: Rekonstruksi Tahanan Tewas Dianiaya di Klaten, Pemukulan Dilakukan di Lorong Sel dan Kamar Mandi

Ia berharap pemerintah memberikan perlindungan dan jamninan kehidupan kepada korban.

Selain itu korban harus diberi pendampingan psikologis dan mendapat hak keamanan, keselamatan, hingga pendidikan.

”Saya berharap kasus seperti ini tidak terulang. Tapi, faktanya, angka kekerasan anak di Kendari ataupun Sultra terus meningkat setiap tahun. Semoga ada langkah yang lebih maksimal dari semua pihak ke depannya,” kata Husnawati.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Kiki Andi Pati | Editor: Teuku Muhammad Valdy Arief), Kompas.id

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com