“Yesi itu anaknya pintar, semua pelajaran atau tugas yang diberi selalu ia kerjakan sendiri,” ujar Kepala Sekolah SDN Bijaesahan, Dortiana Karice Mau.
Melihat kondisi Yesi, pihak sekolah sempat berkoordinasi dengan dinas sosial agar Yesi disekolahkan di SLB.
Namun, niat baik itu ditolak kakek dan nenek Yesi. Mereka ingin Yesi tetap bersama mereka meski hidup serba kesulitan.
“Yesi punya kembar dan kakeknya tidak mau mereka dipisahkan,” sebut dia.
Tinggal bersama nenek dan kakek
Sejak berumur tiga tahun, Yesi, saudari kembarnya, Stela Ndun, serta saudara kandungnya yang lain tinggal bersama kakek dan neneknya.
Himpitan ekonomi membuat kedua orangtua Yesi harus merantau ke Kalimantan.
Meski fisiknya tak sempurna, bocah ini tetap semangat ke sekolah menggunakan tongkat dari kayu. Kayu itu ia gunakan sebagai pengganti kakinya.
Saban hari, ia berjalan sejauh satu kilometer bersama sejumlah teman ke sekolah.
Bocah kelas satu SDN Bijaesahan ini bermimpi punya kaki palsu. Namun, orangtuanya yang hanya sebagai buruh kasar di Kalimantan tak memiliki dana.
Di rumah berdinding kayu, Yesi dan tiga saudara kandungnya hidup bersama kakek dan neneknya.