KOMPAS.com - Stenly Yesi Ndun tampak malu-malu saat menerima hadiah kaki palsu dari Kapolda NTT Irjen Pol Lotharia Latif, Jumat (2/10/2020).
Yesi merupakan bocah tujuh tahun asal Desa Tuapanaf, Kecamatan Takari, Kabupaten Kupang, NTT, yang setiap hari berjalan kaki sejauh satu kilometer dengan tongkat untuk pergi ke sekolah.
Yesi merupakan siswa SD yang hanya memiliki satu kaki sejak lahir. Dia bermimpi memiliki kaki palsu sebagai pengganti kakinya.
Mimpi itu kini terwujud. Kapolda NTT Lotharia yang mendengar kisah dan semangat Yesi bersekolah, memutuskan untuk memberikan bocah itu kaki palsu.
Baca juga: Kisah Bocah SD dengan Satu Kaki, Berjalan Pakai Tongkat Sejauh Satu Kilometer untuk Bersekolah
"Setelah mengetahui informasi ini, saya langsung merespons dan kepada Kabiddokes, saya bilang ini adalah anak kita yang perlu mendapat perhatian," kata Lotharia.
Tak pernah minder
Fisik yang tak sempurna, tak membuat Yesi minder dalam pergaulan. Di lingkungan rumah maupun sekolah, dia diterima.
Namun, memang ada perlakuan khusus yang diberikan pihak sekolah kepada Yesi.
Baca juga: Bocah SD yang Berjalan 1 Km ke Sekolah Pakai Tongkat Akhirnya Dapat Kaki Palsu
Jika ada apel atau olahraga, Yesi diminta duduk di ruangan kelas sambil belajar.
Untuk melindungi Yesi, pihak sekolah setiap hari memberi arahan ke semua pelajar agar memperlakukan Yesi dengan baik.
Buktinya, hingga kini Yesi rajin ke sekolah meski dengan fisik yang tak sempurna. Ia bahkan bermain layaknya anak-anak normal.
“Yesi itu anaknya pintar, semua pelajaran atau tugas yang diberi selalu ia kerjakan sendiri,” ujar Kepala Sekolah SDN Bijaesahan, Dortiana Karice Mau.
Melihat kondisi Yesi, pihak sekolah sempat berkoordinasi dengan dinas sosial agar Yesi disekolahkan di SLB.
Namun, niat baik itu ditolak kakek dan nenek Yesi. Mereka ingin Yesi tetap bersama mereka meski hidup serba kesulitan.
“Yesi punya kembar dan kakeknya tidak mau mereka dipisahkan,” sebut dia.
Tinggal bersama nenek dan kakek
Sejak berumur tiga tahun, Yesi, saudari kembarnya, Stela Ndun, serta saudara kandungnya yang lain tinggal bersama kakek dan neneknya.
Himpitan ekonomi membuat kedua orangtua Yesi harus merantau ke Kalimantan.
Meski fisiknya tak sempurna, bocah ini tetap semangat ke sekolah menggunakan tongkat dari kayu. Kayu itu ia gunakan sebagai pengganti kakinya.
Saban hari, ia berjalan sejauh satu kilometer bersama sejumlah teman ke sekolah.
Bocah kelas satu SDN Bijaesahan ini bermimpi punya kaki palsu. Namun, orangtuanya yang hanya sebagai buruh kasar di Kalimantan tak memiliki dana.
Di rumah berdinding kayu, Yesi dan tiga saudara kandungnya hidup bersama kakek dan neneknya.
Selain Yesi dan dua saudaranya, ada empat cucu lain yang dirawat pasutri lansia ini.
“Kami sudah tua, tak mampu kerja lagi. Setiap bulan ayah Yesi kirim uang Rp 500.000 untuk kebutuhan hidup kami semua di rumah,” ujar nenek Yesi, Ursula Takaep (60), kepada sejumlah wartawan, Senin (21/9/2020).
Ursula memiliki empat anak laki-laki yang semuanya di tanah rantau, termasuk ayah Yesi.
Setiap hari, ia sendiri yang mengurus ke delapan cucunya. Suaminya, Bernabas Ndun (84), sudah lama mengalami sakit karena faktor usia.
Untuk menanggung kebutuhan hidup setiap hari, ia hanya berharap bantuan PKH dari pemerintah.
Uang itu dia sisihkan untuk kebutuhan makan dan minum hingga keperluan sekolah delapan cucunya. (Kontributor Kupang, Sigiranus Marutho Bere | Editor Robertus Belarminus)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.