Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Petani Kopi di Lereng Gunung Merapi, Erupsi Jadi Berkah

Kompas.com - 30/09/2020, 10:55 WIB
Wijaya Kusuma,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

Seiring mulai dikenalnya kopi Merapi, harga per kilogramnya pun turut terangkat. Bahkan, per kilogramnya mencapai sekitar Rp 25.000.

"Itu sudah green bean,"ungkapnya.

Terlebih setelah hadirnya warung Kopi Merapi di Dusun Petung, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.

Warung yang didirikan oleh Sumijo ini ramai dikunjungi wisatawan. Kehadiran warung yang berada di lereng Merapi ini turut mendongkrak nama kopi Merapi.

"Terlebih, setelah Mas Mijo (Sumijo) membuat Warung Kopi Merapi di Petung (Dusun Petung, Kepuharjo). Kopi Merapi makin dikenal," tandasnya.

Baca juga: Jalak dan Rusa yang Jadi Tanda Alam Warga Lereng Merapi

Menurutnya, erupsi Merapi merupakan salah satu kendala. Namun bukan kendala yang utama.

"Ya kendala tapi bukan yang utama. Merapi itu justru berkah bagi saya," tegasnya.

Melihat potensi yang besar, Suryono juga mengajak beberapa warga Lereng Merapi untuk mengembangkan Kopi Merapi.

Sebab, dengan dianugerahi tanah yang subur, semua yang ditanam bisa menghasilkan termasuk kopi.

"Saya miris melihat kebun-kebun tidak terawat, banyak petani yang sudah beralih profesi. Saya beri motivasi teman-teman, meski punya profesi lain, tapi ada waktu khusus memperhatikan pertanian, sekarang ada enam orang yang sudah mulai kembali menekuni kopi," tandasnya.

Tak hanya mengajak, Suryono juga mengajari mereka membudidayakan kopi. Termasuk membantu entres.

"Hasil kopi tetangga juga saya terima, saya mendidik teman-teman petani sini, biasanya kan mereka petik racutan jadi hijau, merah, kuning semua kan hasilnya kurang bagus. Saya beli dengan harga yang pantas, Rp 6.000, biasanya mereka jual racutan itu Rp 3.500," ucapnya.

Baca juga: Dari Lereng Merapi ke Cantelan Pagar, Gerakan Berbagi Sayuran di Saat Pandemi

Suryono mengolah biji kopi dengan cara tradisional karena keterbatasan alat. Namun, dia kemudian mencari berbagai referensi dan menciptakan alat sendiri.

"Pakai kuali, roasting manual, banyak kendala, banyak suka dukanya. Karena keterbatasan dana, mau beli alat roasting nggak punya uang, saya menciptakan sendiri dengan melihat di YouTube," ucapnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com