SUKABUMI, KOMPAS.com - Bencana banjir bandang di Cicurug, Sukabumi yang terjadi pada Senin (21/9/2020) menewaskan dua warga dan satu warga masih hilang hingga Rabu (23/9/2020).
Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Pusat Pengendali dan Operasi (Pusdalops) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Dr Raditya Jati memberikan sejumlah penjelasan mengenai banjir bandang Sukabumi.
Berdasarkan analisa sementara yang dihimpun BNPB, wilayah kejadian banjir bandang Sukabumi merupakan dataran rendah yang berada di bawah kaki Gunung Salak dan dilalui beberapa sungai, yakni Sungai Citarik-Cipeuncit dan Sungai Cibojong.
Baca juga: Satu Korban Banjir Bandang Cicurug Sukabumi Masih dalam Pencarian
Daerah dataran rendah tersebut memiliki indeks bahaya sedang hingga tinggi terhadap banjir bandang.
Di sisi lain, berdasarkan pantauan GPM-NASA (inaWARE) dalam 24 Jam terakhir sebelum kejadian, wilayah hulu atau di sebelah utara Sukabumi maupun di wilayah yang terdampak mengalami curah hujan Sedang-Tinggi dengan intensitas hingga 120 mm.
Hujan dengan intensitas tinggi tersebut menyebabkan massa air di daerah hulu menjadi semakin besar.
"Adapun kondisi wilayah sungai yang rusak dan banyak terjadi erosi serta sedimentasi menyebabkan potensi terbentuk bendung alami," tulis Raditya melalui rilis pers ke Kompas.com, Rabu.
"Ketika bendung alami tersebut menjadi besar dan terganggu keseimbangannya oleh intensitas hujan tinggi, kemudian menyebabkan bendung alami tersebut berpotensi terjadi limpasan air beserta lumpur dengan jumlah yang besar dan cepat, atau yang kemudian disebut banjir bandang."
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.