Tiap kali panggilan Sidang, Esterlan didampingi cucunya Nurmala. Mereka menempuh perjalan lebih kurang 3 jam dari rumah ke PN Simalungun, dengan menggunakan angkutan desa.
Esterlan berjalan memakai tongkat. Jika tidak dipapah, mungkin tubuh kurusnya akan rubuh. Lain lagi pandangannya yang sepuh.
Menurut Nurmala, untuk biaya hidup dan biaya perobatan terkadang ia tanggung dan sumber lain yakni kiriman anak dan cucunya. Dengan biaya itu, Esterlan memeriksakan penyakitnya di klinik dokter.
"Aku gak tahan lagi, capek. Aku kedingan. Tadi pagi dari rumah berangkat jam enam pagi, dingin kali," ucap Esterlan dengan mata berkaca kaca.
"Tanah dan sawit itu dijual gara gara sakit kepala ku ini. Tapi sampai sekarang limper belah tujuh uang itu gak ada ku terima dari tangan anakku itu," imbuhnya lirih.
Pada kesempatan ini, Nenek Esterlan berharap ada kejujuran terkait proses jual beli tanah yang sejak awal melibatkan anak perempuannya itu.
Apalagi, kata dia, kondisi yang sudah renta tidak memungkinkan untuk mengikuti serangkaian proses persidangan yang cukup memberatkan.
"Aku gak mau neko neko. Jujur. Bukan kebun sawitnya ku ambil, kebun ku nya itu. Selama ini ku tunggu tunggu hasil panen ku, kenapa aku jadi dilarang memanen," katanya.
Ditempat yang sama, Kuasa Hukum Esterlan Sihombing, Parluhutan Banjarnahor, SH menuturkan sidang lanjutan agenda tuntutan akan digelar Senin 14 September 2020.
Dalam perkara pidana Esterlan ini, kata Parluhutan, Majelis Hakim di PN Simalungun sempat mengabulkan eksepsi yang diajukan oleh pihaknya.
Namun JPU membuat akta perlawanan ke Pengadilan Tinggi (PT) Kota Medan terhadap putusan PN Simalungun tersebut. Hasilnya, PT Medan mengabulkan akta perlawanan dari JPU.
Dilain sisi, pihaknya juga melakukan gugatan perkara perdata atas kepemilikan lahan tersebut di PN Simalungun. Kini perkara itu masih bergulir.
"Kita minta keadilan dari majelis Hakim supaya dibebaskan. Karena proses perkara perdata kepemilikan tanah masih berlangsung di Pengadilan Tinggi Medan. Jadi harus menunggu putusan pengadilan sampai inkrah," kata Parluhutan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.