Salin Artikel

Kisah Pilu Nenek Esterlan, Kebun Sawit Ludes Dijual Anak Saat Ia Sakit, kini Didakwa Kasus Pencurian

Ditemui di Pengadilan Negeri (PN) Simalungun, Nenek Esterlan mengungkapkan kekecewaan atas tingkah anaknya perempuannya. Pasalnya anak kedua dari bersaudara itu menjual lahan dan sawit miliknya.

Meski proses penjualan oleh anaknya sepengatahuan dan kuasa Nenek Esterlan, uang hasil penjualan lahan dan sawit itu tidak disetorkan kepadanya. Padahal, uang itu dijanjikan untuk biaya pengobatan dan biaya hidupnya dimasa tua.

"Sampai sekarang, limper belah tujuh pun tidak ada dikasih samaku," tutur Esterlan dalam bahasa Batak, saat ditemui setelah dirinya mengikuti sidang virtual di PN Simalungun, Jalan Asahan, Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun, Senin (7/9/2020).

Dituduh mencuri sawit

Karena tidak punya uang dan kondisinya yang sakit sakitan, Ibu tiga orang anak ini memutuskan menyuruh dua orang pria memanen sawit dari lahan yang dijual tersebut.

Itu pula yang menjerat dirinya dilaporkan ke polisi atas kasus pencurian sawit.

Esterlan Sihombing dituduh mencuri sawit di lahan miliknya di Huta III, Simangonai, Nagori Jawa Baru, Kecamatan Huta Bayu Raja, Kabupaten Simalungun, pada 25 April 2019.

"Selama ini ku tunggu tunggu uangnya tapi tak ada. Aku pun gak bodoh, gak mungkin tanah sudah kujual dan ku ambil uangnya, tapi ku panen lagi sawit itu. Aku berharap kali uang itu dikasih," ungkapnya.

Dalam perkara pidana No.88/Pid.B/2020/PN Sim di PN Simalungun, Edy Ronald Simbolon sebagai pelapor mengaku sebagai pemilik tanah sekaligus tanaman sawit tersebut.

Ia mengalami kerugian sebesar Rp 3.960.000 akibat pencurian.

Ibu tiga anak itu kemudian ditetapkan sebagai terdakwa oleh JPU akibat melanggar Pasal 362 KUHP Jo Pasal (I) Ke-1 KUHP terkait kasus pencurian.

Tiap sidang mengeluh pusing dan kedingan

Mengikuti tiap panggilan persidangan membuat Esterlan mengeluh. Apalagi kondisi fisiknya sudah renta, harus tetap dipapah berjalan seraya memakai tongkat.

Lain lagi jika penyakit dibagian tempurung kepala sebelah kirinya kambuh, ia terpaksa mangkir dari panggilan sidang.

Jauh dari pantauan anaknya, Nenek Esterlan kini tinggal di rumah cucunya, Numala Marbun, di Huta III, Nagori Jawa Baru.

"Aku gak tahan lihat dia kalau penyakitnya kambuh. Kadang dibasuhnya air ke kepalanya yang sakit di kamar mandi. Kalau pas kesakitan, kadang ku alihkan pandangan ku karena aku gak tahan melihatnnya. Kata dokter penyakitnya Herpes," kata Nurmala, saat mendampingi Esterlan.

Esterlan berjalan memakai tongkat. Jika tidak dipapah, mungkin tubuh kurusnya akan rubuh. Lain lagi pandangannya yang sepuh.

Menurut Nurmala, untuk biaya hidup dan biaya perobatan terkadang ia tanggung dan sumber lain yakni kiriman anak dan cucunya. Dengan biaya itu, Esterlan memeriksakan penyakitnya di klinik dokter.

"Aku gak tahan lagi, capek. Aku kedingan. Tadi pagi dari rumah berangkat jam enam pagi, dingin kali," ucap Esterlan dengan mata berkaca kaca.

"Tanah dan sawit itu dijual gara gara sakit kepala ku ini. Tapi sampai sekarang limper belah tujuh uang itu gak ada ku terima dari tangan anakku itu," imbuhnya lirih.

Minta anak jujur

Pada kesempatan ini, Nenek Esterlan berharap ada kejujuran terkait proses jual beli tanah yang sejak awal melibatkan anak perempuannya itu.

Apalagi, kata dia, kondisi yang sudah renta tidak memungkinkan untuk mengikuti serangkaian proses persidangan yang cukup memberatkan.

"Aku gak mau neko neko. Jujur. Bukan kebun sawitnya ku ambil, kebun ku nya itu. Selama ini ku tunggu tunggu hasil panen ku, kenapa aku jadi dilarang memanen," katanya.

Pengadilan berpihak ke siapa? 

Ditempat yang sama, Kuasa Hukum Esterlan Sihombing, Parluhutan Banjarnahor, SH menuturkan sidang lanjutan agenda tuntutan akan digelar Senin 14 September 2020.

Dalam perkara pidana Esterlan ini, kata Parluhutan, Majelis Hakim di PN Simalungun sempat mengabulkan eksepsi yang diajukan oleh pihaknya.

Namun JPU membuat akta perlawanan ke Pengadilan Tinggi (PT) Kota Medan terhadap putusan PN Simalungun tersebut. Hasilnya, PT Medan mengabulkan akta perlawanan dari JPU.

Dilain sisi, pihaknya juga melakukan gugatan perkara perdata atas kepemilikan lahan tersebut di PN Simalungun. Kini perkara itu masih bergulir.

"Kita minta keadilan dari majelis Hakim supaya dibebaskan. Karena proses perkara perdata kepemilikan tanah masih berlangsung di Pengadilan Tinggi Medan. Jadi harus menunggu putusan pengadilan sampai inkrah," kata Parluhutan.

https://regional.kompas.com/read/2020/09/08/06383511/kisah-pilu-nenek-esterlan-kebun-sawit-ludes-dijual-anak-saat-ia-sakit-kini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke