Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Masyarakat Yakin Ada Kerajaan Buaya, Perjanjiannya Tidak Boleh Saling Ganggu"

Kompas.com - 07/08/2020, 06:00 WIB
Pythag Kurniati

Editor

KOMPAS.com - Video seekor buaya raksasa yang mati di Kepulauan Bangka Belitung menjadi viral di media sosial.

Karena tubuhnya yang besar, lebih dari 4,5 meter, bangkai buaya dievakuasi menggunakan buldoser.

Ternyata buaya itu tidak sekadar dikuburkan, tetapi harus menjalani prosesi ritual adat.

Baca juga: Detik-detik Tubuh Ponidi Diseret Buaya hingga Menghilang, Istri dan Anak Menjerit-jerit Histeris

Diyakini ada kerajaan buaya

Ilustrasi buaya muara (Crocodylus porosus) Ilustrasi buaya muara (Crocodylus porosus)
Seorang warga Desa Kayu Besi, Bangka, bernama Tarmizi mengatakan, masyarakat di desanya masih memercayai adanya kerajaan buaya, sehingga harus melakukan ritual penguburan buaya.

"Masyarakat meyakini ada kerajaan buaya. Dengan manusia, ada perjanjian tidak boleh saling mengganggu," ujar Tarmizi.

Sedangkan dalam kasus tersebut, buaya diyakini telah mengganggu masyarakat sehingga melanggar peraturan.

Buaya tersebut diduga mati kelelahan seusai ditangkap warga menggunakan umpan monyet.

Baca juga: Diyakini dari Kerajaan Siluman, Kepala Buaya Raksasa Dipotong

Ilustrasi buayawikipedia Ilustrasi buaya

Kepala dan badan dikubur terpisah

Prosesi penguburan buaya dilakukan dengan prosesi adat, yakni mengubur kepala dan bagian tubuh di tempat yang berbeda.

Selain masalah kerajaan, masyarakat juga meyakini bahwa buaya adalah titisan siluman.

Bangkai buaya pun dikubur di tempat terpisah antara kepala dan tubuhnya.

"Ada pawang yang mengiringi penguburan dengan ritual, karena buaya itu telah mengganggu manusia. Jadi dianggap sudah menyalahi kodratnya," kata Junaidi, sekretaris desa setempat.

Cara ini dilakukan karena masyarakat khawatir buaya tersebut bisa hidup kembali.

Baca juga: [POPULER NUSANTARA] Detik-detik Tubuh Ibu Rumah Tangga Diseret Buaya | Kabar Baik Vaksin Covid-19

Kata sejarawan

Ilustrasi buaya air asin Australia.SHUTTERSTOCK Ilustrasi buaya air asin Australia.
Sejarawan sekaligus budayawan Pangkalpinang, Akhmad Elvian, mengatakan, ada kepercayaan yang mengatakan bahwa setiap lubuk atau bagian sungai yang lebar biasanya dihuni buaya yang disebut puaka.

Jika buaya berpindah dari satu lubuk ke lubuk lain maka buaya harus bertarung dengan puaka yang tinggal di lubuk itu.

"Buaya-buaya yang kalah bertarung inilah yang biasanya membuat onar terhadap manusia yang kehalen (berbuat kesalahan dengan melanggar pantang larang)," kata dia.

Terkait kasus tersebut, Elvian menjelaskan bahwa buaya itu muncul karena ulah manusia.

Jika gangguan sudah melibatkan kepentingan semua warga kampung maka harus diadakan upacara taber sungai.

Sedangkan untuk menangkal gangguan buaya, masyarakat meyakini dapat dicegah dengan ritual atau upacara.

Sumber: Kompas.com (Penulis : Kontributor Pangkalpinang, Heru Dahnur | Editor : Abba Gabrillin)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com