Kayu yang dijualnya jarang dibeli lantaran letaknya cukup jauh dari jalan raya dan pemukiman warga.
Akses menuju rumah Anastasia pun masih jalan tanah.
“Satu bulan hasil jual kayu tidak sampai Rp 100.000. Paling tinggi itu Rp 50.000. Uang itu saya gunakan untuk beli beras dan minyak tanah,” tutur Anastasia, kepada Kompas.com, di halaman rumahnya, Rabu (5/6/2020).
Anastasia mengatakan, uang hasil kerjanya sebenarnya sangat tidak cukup untuk biaya hidup keluarganya.
Ia berusaha dengan segala cara mengatur uang hasil kerja untuk membeli kebutuhan rumah dan uang sekolah salah satu anaknya.
Sering kali keluarganya mengalami ketiadaan beras untuk makan.
Baca juga: Kasus Covid-19 di Ponorogo Capai 208 Orang, Sebagian Besar dari Klaster Pemudik
Beruntungnya, di setiap saat susah, selalu saja ada tetangga yang peduli dengan keadaan mereka dengan menyumbang beras.
Tahun 2020 ini, anaknya yang keempat sudah masuk sekolah menengah atas. Tentu, tanggung jawabnya semakin bertambah, tetapi pemasukan tidak meningkat.
Meski dengan segala kekurangan, Anastasia tetap ingin anaknya yang bungsu itu harus sekolah sampai selesai.
Karena, dari keempat anaknya, hanya satu yang sekolah.
“Kalau untuk uang sekolah mungkin bisa ditalang dengan bantuan Program Indonesia Pintar (PIP). Yang saya pikir ini, uang untuk belanja kebutuhan sekolah seperti beli dan foto kopi buku. Tetapi, itu bukan halangan. Saya akan usaha agar anak ini harus tamat SMA,” kata Anastasia.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.