Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setahun Peristiwa Tumpahan Minyak di Laut Karawang, Nelayan Masih Terpuruk

Kompas.com - 22/07/2020, 18:50 WIB
Farida Farhan,
Farid Assifa

Tim Redaksi

KARAWANG, KOMPAS.com - Pada 12 Juli 2020, tepat satu tahun sumur YYA-1 milik PHE ONWJ bocor dan tumpahan minyak mencemari perairan dan sepanjang pantai Karawang.

Nelayan, warga, hingga wakil rakyat berharap pemulihan lingkungan serta ganti rugi segera dituntaskan.

Para nelayan berharap keadaan lekas pulih. Sebab, saat peristiwa tumpahan minyak atau oil spill itu terjadi, mereka hampir kehilangan mata pencaharian untuk hidup. Mereka tak bisa melaut seperti biasanya.

Ali Imron sudah tujuh tahun menjadi nelayan di Muara Pakis, Pakisjaya, Karawang. Sejak ada tumpahan minyak, hasil tangkapannya menurun drastis.

Padahal biasanya setiap hari ia dapat membawa pulang sedikitnya 10 kilogram rajungan dan ikan.

Baca juga: 1.999 Warga Karawang Terima Kompensasi Tumpahan Minyak

Sayangnya, Ali bersama puluhan nelayan lain di Muara Pakis banyak yang tak terdata untuk mendapat ganti rugi dari Pertamina. Bersama kawan-kawan ia kemudian meminta penjelasan dari kepala desa dan pihak Pertamina.

"Pihak Pertamina yang datang tak bisa memastikan waktunya (dapat ganti rugi). Dia hanya memastikan pasti dapat," kata Ali melalui telepon, Rabu (22/7/2020).

Meski pada tahap awal tak dapat ganti rugi, Ali menyebut pernah ada pendataan di TPI, ia pun ikut mendaftar.

Persoalan turunnya hasil tangkap juga diamini Abdullah, nelayan asal Tangkolak Barat, Cilamaya Wetan, Karawang.

Ia menyebut sejak ada tumpahan minyak hingga saat ini, ia sulit memperoleh tangkapan rajungan di atas 10 kilogram.

Terkadang ia malah hanya dapat satu hingga dua kilogram saja. Jika kondisi normal, ia dapat membawa pulang uang sebesar Rp 200.000 hingga Rp 300.000 dari hasil penjualan hasil melaut.

"Kita bisa dapat udah 30-35 meter ke tengahnya, di pinggir-pinggir (laut) udah total (tidak ada) sampai sekarang," ungkapnya.

Meski begitu, ia mengaku tak tahu apakah tumpahan minyak itu masih ada. Hanya saja, ia mengaku masih merasakan dampaknya.

Harus segera dituntaskan

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi meminta pertamina segera menyelesaikan berbagai permasalahan akibat tumpahan minyak, salah satunya ganti rugi kepada masyarakat yang terdampak.

"Ini harus segera dituntaskan," kata Dedi saat dihubungi.

Dedi juga meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang menyurati Komisi IV DPR RI soal data masyarakat terdampak tumpahan minyak yang tak masuk sebagai penerima ganti rugi.

Komisi IV DPR RI, kata dia, akan memperjuangkan hak-hak mayarakat tersebut.

"Akan kami perjuangkan, termasuk ke KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan)," ungkapnya.

Baca juga: Pertamina Bayar Kompensasi 380 Warga Kepulauan Seribu yang Terdampak Tumpahan Minyak

Selain ganti rugi, Dedi juga meminta pemulihan lingkungan harus segera dilakukan dan dituntaskan.

Ia khawatir penundaan pemulihan lingkungan akan berdampak pada ekosistem berikut biota laut yang ada.

"Karena setiap penundaan efek ekosistemnya panjang," kata dia.

Menurutnya, tak ada hambatan yang berarti soal pemulihan lingkungan. Karenanya, ia meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Pertamina bergegas.

"Koordinasi saya kira gampang, bisa via WA atau telepon," kata dia.

Keprihatinan Greenpeace

Ketua Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Arif Syah menyayangkan lambatnya proses pemulihan lingkungan.

Menurutnya, sejak awal proses penyusunan dan pengkajian lapangan tak berjalan seperti yang diharapkan. Kata Ali, laut Karawang masih tercemar.

"Semakin lama proses pemulihan dilakukan efek jangka panjangnya makin lama ditanggulangi oleh Pertamina," ujar Arif.

Arif menyebut perlu dilakukan pemantauan berkala sejauh mana pemulihan lingkungan terjadi.

Ia menyayangkan jika ternyata ada pembiaran masalah ini, dan pemulihan lingkungan dibiarkan berlangsung secara alami, terutama di wilayah pesisir.

Arif juga menyoroti belum rampungnya pemberian kompensasi bagi warga terdampak. Apalagi, saat ini masyarakat tengah dipukul pandemi selama beberapa bulan terakhir.

"Dua hal ini, pemulihan lingkungan dan kompensasi menjadi catatan kami," kata Arif

Selain itu, Arif pun menyoroti tidak jelasnya penindakan hukum bocornya sumur YYA-1. Ia khawatir makin oama investigasi semakin kabur.

Terlebih, kat dia, Pertamina terkesan tak terbuka soal hasil investigasi internal. Jawaban atas surat yang dilayangkan beberapa ormas lingkungan tak menyertakan informasi yang diminta.

"Tidak ada itikad baik dari PHE untuk membuka proses investigasi yang mereka lakukan. Jadi kita tidak tahu apakah itu sudah selesaj, atau masih berjalan, atau tidak dijalankan," ungkapnya.

Selain investigasi internal Pertamina, Greenpeace juga menunggu penindakan hukum dari kepolisian dan pengawas internal, misalnya SKK Migas.

"Hasil pengusutannya seperti apa. Sebenarnya apa yang terjadi dan siapa yang bertanggungjawab," kata dia.

Janji Pertamina

VP Relations Pertamina Hulu Energi (PHE) Ifki Sukarya mengungkapkan, pihaknya mengajukan sembilan dokumen rencana pemulihan lingkungan hidup yang diajukan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Enam di antaranya dokumen pemulihan lahan dan tiga ekosistem. Dari jumlah itu, lima di antaranya sudah disetui.

Pertamina, kata Ifki, tengah bersiap melakukan pemulihan berdasarkan dokumen yang disetujui tersebut.

"Mudahan di minggu awal Agustus kalau nggak di minggu kedua. Kita prioritaskan yang karawang dulu kemungkinan," ujar Ifki melalui telepon, Rabu.

Soal pemulihan lingkungan, Pertamina menggandeng Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk melakukan kajian.

Baca juga: Fenomena Jutaan Kerang Hijau di Perairan Karawang, Dampak Tumpahan Minyak?

 

Hasilnya, kajian untuk lahan ada wilayah terkontaminasi berat, sedang, dan ringan. Sementara untuk ekosistem hanya mangrove dan padang lamun yang terdampak.

Masih dalam kajian IPB, kata Ifki, terumbu karang aman lantaran minyak sifatnya lebih ringan daripada air, sehingga tumpahannya berada di atas dan tak mencapai terumbu karang.

Di Karawang misalnya, terumbu karang terdapat di wilayah perairan Tangkolak, pasir putih atau di tenggara sumur YYA-1. Sementara aliran fluida ke kiri atau ke arah barat.

"Sehingga hasil penyelaman tim IPB dan LSM (lembaga swadaya masyarakat) penyelaman, itu (terumbu karang) relatif aman," ungkapnya.

Meski begitu, kata dia, KLHK merekomendasikan apabila dalam pemantauan ditemukan hal-hal mengenai terumbu karang yang diakibatkan tumpahan minyak, maka PHE ONWJ diminta melakukan pemulihan.

Ifki memastikan sumur YYA-1 sudah sepenuhnya ditutup. Ceceran yang belakangan muncul dipastikan tumpahan minyak lama yang kembali tersingkap karena adanya dinamika eksresi dan abrasi. Misalnya pada saat banjir rob di Pantai Cemarajaya beberapa waktu lalu.

"Bukan tidak mungkin muncul. Nah, kejadian kemarin rob, muncul tapi gak banyak," ungkapnya.

Untuk mengatasinya, pihaknya telah menugaskan tim untuk membantu warga membersihkan ceceran minyak yang kembali muncul.

Sedangkan soal ganti rugi, Ifki mengungkap pihaknya bersama tim Pokja tengah mematangkan data.

Meski begitu, ia mengakui pihaknya harus berhati-hati memberikan ganti rugi agar tepat sasaran.

Apalagi soal ganti rugi, Pertamina didampingi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel).

Baca juga: Tumpahan Minyak Mentah Kembali Muncul di Pesisir Karawang

Ifki menyebut, Pertamina bersama pokja tengah mengolah data untuk tahap kedua, terutama bagi warga yang pada tahap pertama belum mendapat ganti rugi. Ia pun mengakui masih banyak PR untuk Karawang.

"Jika ada yang belum terdata segera aja, (usulkan) kepala desa, ini lagi pendataan gelombang kedua, nanti sampaikan. Yang melakukan pendataan bukan kami. Kami hanya mengevaluasi hasil pendataan," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com