Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Atlet Difabel, Mengubah Keterbatasan Jadi Tanpa Batas

Kompas.com - 15/07/2020, 07:00 WIB
Agie Permadi,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Suara gerinda nyaring terdengar di salah satu rumah di Gang Sukasari IV, Cibereum, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Jawa Barat.

Seseorang terlihat sedang asyik mengotak-atik unit sepeda motor di dalam rumah.

Rumah tersebut tak seperti bengkel pada umumnya, lebih seperti rumah biasa dengan alat binaraga dan parkiran kendaraan pribadi.

Di bagian paling ujung, dua orang terlihat sedang memperbaiki motor.

Pria itu adalah Muhammad Taufik, seorang modifikator sepeda motor disabilitas.

Baca juga: Secapa AD Tertutup, Dinkes Bandung Kesulitan Melakukan Tracing

Sembari duduk di lantai, pria tunadaksa itu sibuk menggerinda sebuah batang besi. Percikan api mengenai kakinya, sementara satu kaki lainnya ia tekuk.

Dibantu temannya yang tuli, Edi Prabowo, Taufik mengerjakan modifikasi pertamanya setelah beberapa bulan vakum akibat pandemi virus corona mewabah.

Hampir 4 bulan dia tidak mendapatkan orderan modifikasi dari kliennya.

"Ini orderan pertama, kemarin mah sepi karena corona," kata Taufik saat ditemui di bengkel yang juga kediamannya, Selasa (14/7/2020).

Baginya, keterbatasan fisik bukan halangan untuk terus bergerak maju. Pria tunadaksa ini tak kenal menyerah sejak usia 28 tahun.

Mentalnya sudah terasah matang oleh asam manisnya kehidupan.

Baca juga: Kisah Stefanus Sai, Penyandang Disabilitas yang Buka Bengkel Motor untuk Menghidupi Keluarga

Awalnya tidak percaya diri

Taufik mengaku memiliki kaki polio sejak kecil. Satu kakinya mengecil.

Ketika berjalan, dia harus dibantu tongkat untuk menopang tubuhnya.

Sejak kecil Taufik kerap mendapatkan perlakuan diskriminasi dari teman-temannya. Hal itu sempat membuatnya tak percaya diri.

Ketika pulang sekolah, dia tak pernah bermain, melainkan langsung pulang ke rumah dan mengurung diri.

"Dulu ada diskriminasi sebelum saya mengenal disabilitas. Saya sering diolok di tempat umum, hal itu buat saya minder," kata Taufik.

 

Setelah mengenal teman disabilitas, Taufik menyadari bahwa banyak temannya yang bernasib serupa.

Pertemanan itu membuat hidupnya semakin bermakna. Taufik lebih bersyukur menerima dirinya apa adanya.

Inilah titik balik kehidupan Taufik menjadi lebih baik, lebih berani untuk mengeksplorasi kemampuan diri yang terpendam.

"Mulai bangkit umur 28 tahun. Sebelum itu, aktivitas di rumah saja karena minder," kata Taufik.

Mencuri ilmu dari Ayah

Selama di rumah, diam-diam Taufik mempelajari ilmu perbengkelan dari Ayahnya yang juga pernah membuka sebuah bengkel. Rasa ingin tahu yang besar membuatnya belajar dengan cepat serba-serbi ilmu perbengkelan.

Bengkel modifikasi kendaraan disabilitas miliknya pun tak dibangun secara tiba-tiba.

Awalnya, Taufik meminta tolong seseorang untuk merakit kendaraan roda dua miliknya menjadi roda tiga, supaya dia nyaman menggunakannya. Akan tetapi, hasilnya di luar ekspektasi.

Dia kecewa lantaran kendaraan roda tiga miliknya tak sesuai dengan keinginannya.

Akhirnya, Taufik yang lulusan Sekolah Teknik Menengah (STM) jurusan elektro ini mencoba merakit sendiri kendaraanya. Berbekal ilmu yang diturunkan dari sang Ayah, Taufik kemudian melakukan percobaan mengotak-atik kendaraanya itu.

"Tiga kali percobaan dengan satu motor. Saat itu motor saya motor Jupiter Z. Bikin tiga bulan, dan hasilnya sesuai," kata Taufik.

Kendaraan roda tiga hasil rakitannya itu banyak dilirik teman disabilitas lainnya. Permintaan jasa modifikasi kendaraan roda tiga pun mulai banyak bermunculan.

Taufik kemudian memberanikan diri untuk membuka jasa bengkel modifikasi roda tiga bagi para disabilitas sejak 2006.

Sedikit demi sedikit, permintaan jasa modifikasi bermunculan dari mulut ke mulut.

"Setelah itu banyak yang tanya, ya dari mulut ke mulut. Padahal awalnya enggak kepikiran," tutur Taufik.

 

Sampai saat ini, Taufik telah memodifikasi puluhan kendaraan dari kliennya di berbagai daerah di Jawa Barat.

"Sudah 30 kendaraan saya modifikasi buat para difabel. Mereka ini ada yang dari Cimahi, Garut, Kota Bandung, Sukabumi hingga Tasikmalaya," kata Taufik.

Pengerjaan modifikasi untuk sepeda motor diakui cukup sulit, karena setiap motor memiliki jenis yang berbeda.

Contohnya, pada motor matik atau skuter, Taufik harus menyambungkan mesin dengan roda.

Namun untuk sepeda motor jenis bebek, Taufik mengaku hanya butuh menyambung gir dan as.

Menurut Taufik, yang perlu diperhitungkan dalam modifikasi yang digelutinya adalah keseimbangan roda kiri dan kanan.

Selain memodifikasi bagian belakang, Taufik juga kerap memodifikasi pengoperan gigi di tangan dan kaki. Dalam setiap proses modifikasi, Taufik membutuhkan waktu satu hingga dua bulan.

"Dua bulan itu beres sama finishing catnya. Kendalanya dari bubutan yang lama, karena bubutan dikerjakan sama orang lain. Kalau proses finishing catnya sama sendiri," ucap Taufik.

Setiap pengerjaan modifikasi dihargai Rp 5-6 juta. Harga tersebut dinilai sangat terjangkau dibanding dengan pengerjaan modifikasi di tempat lain.

Setiap modifikasi, menurut Taufik, dia mendapat keuntungan Rp 2 juta hingga Rp 1,5 juta.

Namun, keuntungan itu dibagi dua bersama rekan kerjanya, Edi Prabowo.

"Sebenarnya enggak sebanding, tapi karena pemesannya disabilitas juga, ya hitung bantu mereka juga," kata Taufik.

Atlet dengan beragam prestasi

Tak hanya modifikasi kendaraan, Taufik juga membuka pembuatan peralatan binaraga atau fitness.

Sebagai seorang modifikator, Taufik ternyata adalah seorang atlet angkat berat yang telah meraih banyak prestasi di Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) dan Pekan Paralimpiade Daerah (Peparda).

 

Saat kejuaraan Peparnas di Solo pada 2006, Taufik meraih juara ketiga. Kemudian meraih emas pada 2010 di Kalimantan.

Saat Peparda, emas diraih di Bandung Raya pada 2007; Bekasi pada 2010; dan meraih perak pada tahun 2011 di Riau.

Dia kembali meraih perak di Jabar pada 2016; dan kembali Meraih emas pada 2019 di Bogor.

Berbagi ilmu dan rezeki

Berbicara tentang rekan kerja, Edi Prabowo adalah teman tuli yang direkrut oleh Taufik untuk mengerjakan bengkel modifikasi dan gym miliknya.

Awalnya Edi merupakan anak jalanan yang kemudian diajak untuk bergabung menjalankan usaha tempat binaraga.

Seiring waktu, Taufik mengajari Edi angkat berat, sampai akhirnya Edi juga menjadi atlet.

"Dia (Edi) kerja di sini dari tahun 2010. Dulunya dia di jalanan sebagai tukang parkir, dia juga disabilitas, saya tarik awalnya latihan fitness. Melihat dia ada kemampuan, saya didik dari nol jadi atlet maupun ilmu bengkel," ucap Taufik.

Taufik mengaku sengaja merekrut Edi agar ia bisa mandiri.

"Daripada di jalanan, saya rekrut dia supaya mandiri. Dia juga atlet Kabupaten Tasik. Kemarin bahkan dapat emas dua waktu di Bogor. Sekarang juga sedang Peparda," tutur Taufik.

Taufik memiliki dua orang putri dari pernikahannya dengan Eva Arianti, wanita yang dikenalnya saat latihan angkat berat.

Eva sendiri merupakan seorang tuna daksa ringan yang menjadi atlet panahan.

Taufik juga dipercaya menjadi Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Cimahi sejak 2019 sampai saat ini.

Sudah dua orang difabel berhasil ia suarakan haknya dan masuk bekerja di instansi pemerintahan.

"Kita ini harus bangkit dan berkarya, yakin rezeki itu ada diatur. Jadi jangan minder," kata Taufik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com