Kalau ada pekerjaan per hari upahnya Rp 80 ribu. Kadang dalam seminggu ia bisa membawa pulang uang sebesar Rp 500 ribu.
"Kalau lagi sepi pekerjaan terpaksa saya menganggur, tapi kadang ada ipar saya biasa bawa beras,dan bawakan makan," ungkapnya.
Karena tak ada kendaraan, Gafur biasa menyewa ojek atau jalan kaki untuk menuju tempat kerjanya.
Ketika jam makan siang tiba, Gafur bergegas meninggalkan pekerjaannya sebagai buruh, dan kembali ke rumah makan siang dan mengurusi istri dan buah hati tercinta. Begitu rutinitas yang jalani Gafur saban harinya.
Berangkat pukul 07.00 Wita dan kembali ke rumah pukul 17.00 Wita.
Tak dapat bantuan
Sifat nrimo, itulah Gafur. Menjadi korban saat bencana ia tak pernah mendapat bantuan dari pemerintah. Pernah mengurus dengan mengisi berkas untuk mendapatkan bantuan. Tapi sampai saat ini, ia tak pernah menerima bantuan.
"Lalu ada kita urus. Saya masukkan berkas untuk mendapatkan bantuan, tapi petugasnya cuma bilang, ' saya terima ini berkas, tapi jangan berharap'. Begitu kata petugasnya," jelas Gafur.
Setelah itu, Gafur tak pernah mengeluh. Gafur tak pernah mendatangi kantor Kelurahan atau kantor sosial untuk bertanya.
"Segan dan takut saya kalau bertanya lagi," ujar Gafur.
Namun begitu, Gafur tak berputus asa. Ia tetap berharap suatu saat bisa mendapat Progam Keluarga Harapan (PKH). Agar ia bisa hidup lebih baik bersama keluarganya.
Tak hanya Gafur, Mita berharap suatu saat ia bisa kembali normal dan bisa menjalani kehidupan bersama suami dan anak tercinta seperti sedia kala.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.