Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Dipidana karena Tolak PLTU, Walhi: Perlu Perlindungan bagi Aktivis Lingkungan Hidup

Kompas.com - 08/06/2020, 09:39 WIB
Rachmawati

Editor

Iwang mengkritik penggunaan bahan batu bara dapat merusak lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar.

Baca juga: Harga Batu Bara Juni Turun ke 52,98 Dollar AS Per Ton

Contoh ini dapat terlihat dari kualitas udara di Ibu Kota Jakarta yang dikelilingi PLTU berbahan bakar batu bara.

Walhi menyebut emisi dari PLTU batu bara menyumbang sekitar 20-30 persen di Jakarta. Setidaknya ada 10 PLTU yang sudah beroperasi di sekitar Jabodetabek antara lain PLTU Suralaya, PLTU Labuan dan PLTU Merak Power Station.

Baca juga: Potensi Sumber Daya Alam Batu Bara

Greenpeace: emisi dari PLTU tingkatkan risiko kesehatan

Di samping itu, berdasarkan riset Greenpeace pada 2017, emisi dari PLTU yang telah beroperasi dan akan dibangun di sekitar Jabodetabek akan meningkatkan risiko kesehatan masyarakat. Termasuk di antaranya 7,8 anak-anak yang dapat terpapar oleh PM2.5 yang jauh di atas standar WHO.

Partikulat (PM2.5) adalah Partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 2.5 mikron (mikrometer).

Dampak kesehatan dari polusi diproyeksikan akan menyebabkan 10.600 kematian dini dan 2.800 kelahiran dengan berat lahir yang rendah per tahunnya, dan hampir setengahnya dari dampak ini berada di Jabodetabek.

Baca juga: Ribuan Ubur-ubur Serbu PLTU di Probolinggo, Ahli Sebut Bukan Hal Aneh

Wahyudin menambahkan lembaganya bersama organisasi pecinta lingkungan lainnya telah mendorong Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menerbitkan peraturan menteri tentang implementasi Pasal 66 Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Nomor 32 Tahun 2009.

Ia beralasan pasal yang melindungi para pejuang lingkungan seperti Sawin dan warga Mekarsari lainnya masih sulit diimplementasikan di tingkat masyarakat.

Walhi dan organisasi pemerhati lainnya juga mendorong Komnas HAM untuk mendukung implementasi pasal tersebut guna mengurangi kriminalisasi pejuang lingkungan.

Baca juga: Ribuan Ubur-ubur Menyerbu PLTU Paiton, Probolinggo

PLN mengaku tak paham kasus pemidanaan warga

Menanggapi soal pemidanaan di Desa Mekarsari, Indramayu, juru bicara PLN Dwi Suryo Abdullah menjelaskan proyek PLTU Indramayu 2 bukanlah milik PLN.

Karena itu, ia mengaku tidak memahami kasus-kasus pemidanaan di proyek tersebut.

“Itu proyek independent power producer (IPP). Jadi PLN hanya beli energinya kalau proyek itu nantinya sudah COD,” jelas Dwi Suryo melalui pesan singkat (17/3/2020).

Padahal jika berkaca pada Amdal yang digugat warga, pemrakarsa PLTU Indramayu 2 berkapasitas 2x1000 MW adalah PT PLN Unit Induk Pembangunan Jaringan Jawa Bali.

Plt Bupati Indramayu Taufik Hidayat dan Polres Indramayu Suhermanto melalui pesan singkat dan telepon belum mau menanggapi permintaan wawancara dari VOA terkait penolakan warga dan pemidanaan warga terkait PLTU Indramayu 2.

Baca juga: 68 WNI kru Diamond Princess Menuju Pulau Sebaru lewat Pelabuhan PLTU Indramayu

DPRD mengaku tak tahu-menahu

Sawin dak Sukma (menggendong dua anaknya) Sasmito Sawin dak Sukma (menggendong dua anaknya)
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Indramayu, M Alam Sukmajaya, telah bertemu dengan Jatayu dan meminta penjelasan kepada PLN terkait PLTU Indramayu 1 yang sudah beroperasional dan rencana pembangunan PLTU Indramayu 2.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com