Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Dipidana karena Tolak PLTU, Walhi: Perlu Perlindungan bagi Aktivis Lingkungan Hidup

Kompas.com - 08/06/2020, 09:39 WIB
Rachmawati

Editor

Hasil pertemuan tersebut kemudian ditindaklanjuti ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Beberapa isu yang menjadi pembahasan antara lain tentang pencemaran abu batu bara dan antrean kapal tongkang batu bara di tengah laut, dan dampaknya terhadap nelayan.

Alam mengaku tidak tahu-menahu seputar Amdal PLTU Indramayu 1 dan Amdal PLTU Indramayu 2.

Baca juga: Berkas Penyidikan Bupati Indramayu Rampung, Bakal Dilimpahkan ke PN Tipikor Bandung

Dia berdalih baru duduk di Komisi IV DPRD Indramayu pada periode itu. Karena itu, jelas Alam, DPRD sedang berupaya meminta kedua Amdal tersebut ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Indramayu dan DLH Jawa Barat.

“Kenapa saya lebih fokus pada PLTU 1 dulu. Besar kemungkinan juga banyak persoalan. Contoh keterkaitan dengan kapasitas batubara yang diproduksi, itu bisa jadi Amdal yang dibuat dengan yang diproduksi bisa lebih besar yang diproduksi. Kemudian penampungan batu bara kita juga belum tahu,” jelas Alam kepada VOA Indonesia, Selasa (24/3/2020).

Alam menambahkan DPRD nantinya juga akan menelusuri kebenaran tentang adanya upaya kriminalisasi terhadap warga yang menolak rencana pembangunan PLTU Indramayu 2.

Baca juga: Gas Suar Dimanfaatkan, Tambang Migas di Indramayu Lebih Ramah Lingkungan

Namun, ia juga menerima informasi bahwa ada warga yang juga menguasai lahan yang sudah dibebaskan untuk pembangunan PLTU.

“Jadi ini yang masih kita telusuri yang benar yang mana dan jangan sampai kita diadu domba dengan yang punya kepentingan,” tambahnya.

Ia menjelaskan hasil penelusuran dan bedah Amdal nantinya akan dibuat menjadi rekomendasi untuk pimpinan DPRD Indramayu, yang selanjutnya akan diberikan ke pemerintah kabupaten
Seorang nelayan berdiri di dekat kapalnya di sungai dekat pembangkit listrik di Cirebon, 18 Oktober 2014.

Baca juga: Konstruksi GITET 500 Kilovolt PLTU Indramayu Dimulai Kembali

KLHK Tak Juga Beri Tanggapan

VOA Indonesia sudah berusaha meminta tanggapan ke sejumlah pejabat KLHK soal dorongan menerbitkan peraturan menteri tentang implementasi Pasal 66 UU PPLH Nomor 32 Tahun 2009.

Namun hingga berita ini diturunka, belum ada tanggapan dari KLHK soal ini.

Sementara Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan masyarakat yang memperjuangkan lingkungan dan ekonominya dapat dikategorikan sebagai pejuang HAM.

Baca juga: Bertemu Ridwan Kamil, Dirut Pertamina Janji Bangun Proyek Petrokimia di Indramayu

Karena itu, dia meminta kepolisian untuk tidak memproses langsung kasus-kasus pidana yang berkaitan dengan mereka.

“Sebenarnya kepolisian sekarang ini sudah ada perintah dan menerapkan prinsip restorative justice. Nah ini yang saya kira menjadi problem di beberapa daerah,” jelas Beka Ulung kepada VOA Indonesia, Senin (13/4/2020).

Beka menambahkan berbagai kendala terjadi karena tak semua polisi di level bawah paham tentang prinsip restorative justice atau pemulihan keadilan dan penerapannya.

Karena itu, Komnas HAM akan terus mendorong polisi untuk menerapkan prinsip ini agar tidak langsung menerapkan pidana bagi pejuang HAM.

Baca juga: Bupati Indramayu Ditangkap KPK, Ridwan Kamil: Korupsi Itu Musuh Investasi

Beka juga mendorong presiden untuk menerbitkan Peraturan Presiden tentang implementasi Pasal 66 UU PPLH Nomor 32 Tahun 2009.

Menurut dia hal itu menjadi penting agar penegak hukum tidak mengalami kebingungan jika menangani kasus-kasus pidana yang berkaitan dengan perjuangan warga dalam melindungi lingkungan hidupnya.

“Bagaimanapun juga normanya sudah sangat baik. Artinya negara benar-benar menempatkan siapapun yang sedang membela haknya itu mendapat perlindungan dan jaminan. Ini norma sudah sangat baik, tapi belum cukup. Karena aparat di bawah harus tahu standard normanya."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com