Seperti diberitakan sebelumnya, Joni memaparkan, warna hitam di tampilan peta sebaran Covid-19 di website infocovid19.jatim.go.id menunjukkan kasus Covid-19 di daerah tersebut lebih dari 1.025 kasus.
"Semakin banyak catatan kasusnya, warna di peta sebaran akan semakin pekat hingga berwarna hitam," ujar Joni di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Selasa (2/6/2020).
Saat itu, Joni menjelaskan, hingga Selasa (2/6/2020), jumlah kasus Covid-19 di Surabaya mencapai 2.748 kasus.
Sedangkan daerah dengan kasus lebih dari 1.025 menghitam dalam peta sebaran Covid-19. Beberapa daerah lainnya di Jawa Timur pun berwarna merah pekat, seperti Sidoarjo dengan 683 kasus dan Gresik 183 kasus.
Baca juga: Bus Menganggur karena Corona, Primajasa Tetap Gaji Karyawan dan Tak Ada PHK
Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Timur Benny Sampirwanto mengklarifikasi hal itu.
Menurutnya, peta Surabaya bukan berwarna hitam melainkan merah tua.
Perubahan warna di website infocovid19.jatim.go.id tersebut berjalan otomatis saat mengalami penambahan jumlah kelipatan pangkat 2.
"Per 2 Juni 2020, Kota Surabaya memasuki zona merah tua, bukan hitam," ujar Benny, Rabu (3/6/2020) malam.
"Semakin banyak kasus konfirmasi, warna di peta sebaran akan semakin pekat hingga berwarna merah tua," tambahnya.
Baca juga: Gunakan Setrum Rakitan, Warga Tangkap Buaya Senyulong 4 Meter di Jambi
Sementara itu, berdasarkan data dari rilis Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto, Rabu (3/6/2020) sore, pukul 12.00 WIB, jumlah kasus secara wilayah Jawa Timur, sebagai berikut: jumlah pasien positif mencapai 5318, jumlah pasien sembuh adalah 799 dan meninggal mencapai 429 orang.
Saat di acara Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Senin (1/6/2020), Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini atau Risma menanggapi penyebab Virus Corona di daerahnya begitu banyak.
Risma mengatakan bahwa Surabaya banyak kasus Virus Corona karena banyaknya tes yang dilakukan.
Ia menjelaskan, Pemkot Surabaya mengambil langkah untuk melakukan ke semua orang yang memiliki potensi terjangkit Covid-19. Hal itu memicu jumlahnya bisa menjadi lebih banyak secara cepat.
"Jadi tadi saya sampaikan begitu kami punya alat maka pasien yang masuk ODR (Orang Dalam Risiko), OTG (Orang Tanpa Gejala), ODP (Orang Dalam Pemantauan), PDP (Pasien Dalam Pengawasan) langsung kita tes semua."
"Kalau kita delay satu minggu, maka dia bisa menular meskipun sudah dikarantina, menular di keluarganya," jelas Risma.
"Mungkin dulu hanya satu di keluarga itu, tapi kemudian karena dia satu rumah tidak dipisahkan, karena kita tidak punya alatnya bahwa dia memang positif, dia kita isolasi karena masuk di kelompok tadi."
"Nah begitu kita tes, maka kemudian yang kita isolasi menjadi confirm, menjadi positif."
"Nah itulah yang tadi saya sampaikan kenapa menjadi besar," jelasnya.