BANDUNG, KOMPAS.com - Syamsiar dan Marice Robeka Yesnath tertawa riang.
Sambil bercanda dan mengobrol, mereka memanen terong di kebun sekolah.
Rencananya, terong yang mereka tanam tersebut akan digunakan untuk berbuka puasa. Walau Marice tidak berpuasa, ia membantu Syamsiar menyiapkan kebutuhan berbuka.
Syamsiar merupakan Muslim dari Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.
Sedangkan Marice beragama Kristen Protestan dari Kwor, Kabupaten Tambraw, Papua Barat.
Baca juga: Pengalaman Kuliah Online, yang Bikin Lucu hingga Cerita di Balik Layar
Mereka mendapat beasiswa dari SMK Bakti Karya Parigi di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kelas Multikultural Pangandaran.
Setidaknya ada perwakilan dari 25 suku di seluruh Indonesia yang belajar di sini.
Berbagai latar belakang, budaya, suku, maupun agama menjadi kekayaan tersendiri.
Di sini pula mereka belajar tenggang rasa, budaya peduli satu dengan yang lainnya, hingga memiliki imun toleransi yang kuat, khususnya saat momen Ramadhan kali ini.
Pendiri Kelas Multikultural Pangandaran Ai Nurhidayat mengatakan, siswa luar daerah yang tinggal di asrama ada 50 orang.
Sebagian siswa pulang, sisanya ada 22 orang yang tinggal di asrama. Ini seiring dengan kebijakan pemerintah belajar dari rumah untuk memutus rantai penyebaran virus corona.
“Siswa yang tidak puasa ada 13 orang, mereka biasanya menyesuaikan diri makan saat sahur dan berbuka,” ujar Ai saat dihubungi Kompas.com, Selasa (28/4/2020).
Baca juga: Kisah Guru Berkeliling 6 Kampung, Bantu Murid Belajar di Rumah
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.