Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perubahan Iklim, Pesisir Indonesia Terancam Tenggelam: Mereka yang Bertaruh Nyawa (2)

Kompas.com - 26/03/2020, 13:03 WIB
Rachmawati

Editor

Mereka yang bertaruh nyawa

Suwi adalah perempuan paruh baya yang tinggal di muara Sungai Kakap di pesisir pantai Kalimantan Barat yang tiap tahunnya mengalami banjir laut tahunan.

Dia merasa bertaruh nyawa tiap kali banjir rob datang menerjang.

"Khawatir lah, ada dulu sekali acap dalam dua tahun. Ibu balik ke rumah, acap rumah kami, basuh anak aku," tuturnya.

Dia menuturkan, banjir rob kala itu sempat meluluhlantakkan rumah warga, membuat mereka terpaksa mengungsi.

Suwi menjelaskan relokasi pernah diusulkan pemerintah daerah, namun kebanyakan warga memutuskan kembali ke rumah, meski kondisinya sudah hancur.

Baca juga: Beberapa Wilayah di Jakarta Berpotensi Banjir Rob, Ini Daftarnya

Pun, Suwi memilih bertahan di rumahnya yang hanya berjarak beberapa meter dari laut, meski ancaman banjir rob membayangi. Meski dia akui, setiap hari dirinya merasa was-was.

"Takut. Kami sudah merasa air besar. Tak usahlah kami dapat dua kali."ndoni

Selain Kubu Raya, Mempawah di Kalimantan Barat juga menjadi langganan banjir rob, bahkan abrasi terus-menerus mengubah garis pantai.

Salah satu warga yang tinggal di Kampung Benteng yang terletak di pesisir Mempawah, Syarif mengatakan sejak pertengahan 1990an, banjir rob mulai terjadi di kampungnya.

Baca juga: Rumah Diterjang Banjir Rob, 37 Warga Karawang Mengungsi

Selain Kubu Raya, Mempawah di Kalimantan Barat juga menjadi langganan banjir rob, bahkan abrasi terus-menerus mengubah garis pantai. BBC Indonesia/Ayomi Amindoni Selain Kubu Raya, Mempawah di Kalimantan Barat juga menjadi langganan banjir rob, bahkan abrasi terus-menerus mengubah garis pantai.
Pengalaman banjir terparah dia alami pada tahun 1999 silam, ketika dia sedang melaut tiba-tiba gelombang besar datang dan menyapu kapalnya, satu anggota keluarganya meninggal dalam peristiwa itu.

"Sejak itulah kita jage-jage, asal bulan 12 kita cukup jage lah itu. Nanti kalau untuk banjirnya air darat di daerah ini belum separah itu lah."

"Kalau di rumah kite, soalnya itu kena hambat jalan umum, ndak seberape sih. Cuman bagian rawannya daerah sini, kalau sedang nelayan itu nak pulang ndak bisa, apalagi kita nak ke laut, ndak bisa itu," tuturnya dengan logat Melayu yang masih kental.

Baca juga: Pengendali Banjir Rob Semarang Rampung Pertengahan 2019

Biasanya, lanjut Syarif, ketinggan air banjir rob mencapai paha orang dewasa, sekitar 20-40 cm. Meski sudah menjadi langganan banjir rob, namun ancaman banjir air laut lebih menakutkan bagi Syarif.

"Soalnya yang pernah terjadi air laut disertai angin bisa menghancurkan rumah. Tapi kalau banjir air hujan dari hulu, itu paling-paling hanya tenggelam, ndak menghancurkan. Itu yang kita alami di sini."

Baca juga: Banjir di Kawasan Green Garden Disebut akibat Rob hingga Air Kiriman dari Bogor

Meski ancaman banjir datang dari laut dan dari darat, namun Syarif memutuskan untuk bertahan di rumahnya. Sebab, tempat itu adalah tempatnya mencari nafkah.

"Itu masalah pekerjaan, jadi pekerjaan kita hanya nelayan, nak pindah dari sini jauh dari pekerjaan rasanya ndak bisa kita ninggalkan."

Dengan kondisi ancaman banjir rob yang berpotensi menyebabkan rumah tinggalnya tengglam, dia mengaku tidak mempersiapkan antisipasi.

Baca juga: Tanggul Jebol di Cianjur Sebabkan Banjir di Permukiman dan Sawah

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com