Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berawal dari Tantangan, Ini Cerita di Balik Pembuatan Bilik Sterilisasi di Surabaya

Kompas.com - 21/03/2020, 06:13 WIB
Ghinan Salman,
Dheri Agriesta

Tim Redaksi

SURABAYA, KOMPAS.com - Bilik sterilisasi atau sterillization chamber yang dikembangkan Institut Teknologi (IT) Telkom Surabaya akan diserahkan kepada Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di Rumah Dinas Wali Kota Surabaya pada Sabtu (21/3/2020).

"Sekarang informasinya sudah selesai, besok akan diserahkan ke Ibu Risma, langsung uji coba penggunaan. Saya yakin di kampus prosesnya sudah selesai sehingga ini dibawa ke ibu," kata Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Surabaya M. Fikser kepada Kompas.com, Jumat (20/3/2020).

Sebelumnya, purwarupa bilik steril yang didesain untuk menekan laju penyebaran virus corona ini sudah dibawa ke Rumah Dinas Wali Kota Surabaya, Rabu (18/3/2020).

Menurut Fikser, saat itu Risma sudah melihat rangka dan desain bilik itu.

"Saat itu Ibu minta memang harus disiapkan betul-betul proses kerjanya dan aman bagi warga. Semua prosesnya, ibu serahkan ke IT Telkom Surabaya," ujar Fikser.

Baca juga: 45 Anggota DPRD Kabupaten Madiun Kunker ke Jabar akan Dikarantina Mandiri

Ide pembuatan bilik sterilisasi itu dimulai ketika Risma mengikuti perkembangan kasus corona di dalam dan luar negeri.

Risma mempelajari langkah dan tindakan yang diambil setiap daerah dan negara.

Terlebih saat virus corona semakin meluas di Indonesia, khususnya Surabaya.

"Lalu ibu juga mengetahui bagaimana informasi di daerah-daerah atau di negara tertentu melakukan penanganan seperti apa. Salah satunya kan human sterillization yang ada di Vietnam. Ibu bilang alat itu bisa dibuat oleh kita," ujar Fikser.

Pemerintah Kota Surabaya membuka posko dan dapur umum pasca terdapat 6 pasien di Surabaya yang dinyatakan positif terinfeksi virus corona, Rabu (18/3/2020).Dok. Pemkot Surabaya Pemerintah Kota Surabaya membuka posko dan dapur umum pasca terdapat 6 pasien di Surabaya yang dinyatakan positif terinfeksi virus corona, Rabu (18/3/2020).

Kemudian, Risma menantang sejumlah perguruan tinggi di Surabaya untuk membuat alat sterilisasi tubuh tersebut.

Pembuatan alat ini harus melibatkan sejumlah ahli dari perguruan tinggi agar aman digunakan masyarakat.

"Ibu menawarkan ke perguruan tinggi untuk membuat alat itu. Tapi yang merespons adalah Institut Teknologi Telkom Surabaya," kata Fikser.

Setelah itu, Risma dan Rektor IT Telkom Surabaya Tri Arief Sardjono berdiskusi hingga tercapai kesepakatan untuk bekerja sama membuat bilik sterilisasi itu.

Baca juga: Keadaan Membaik, Mahasiswa Positif Corona di Malang Tunggu Hasil Lab Sebelum Dipulangkan

Meski begitu, Fikser belum bisa memastikan apakah alat itu akan diproduksi secara massal dalam waktu dekat.

Menurutnya, kebijakan tersebut akan langsung disampaikan Risma bersama pihak IT Telkom Surabaya.

"Saya kira besok akan ada jawaban soal itu dari ibu ya. Karena memang harus ada penjelasan dari ibu atau rektor. Memang ibu ingin alat ini untuk warga kota ya. Tentunya tidak satu, ibu yang harus ngomong nanti seperti apa," imbuh dia.

Kepala Prodi Teknik Komputer IT Telkom Surabaya Helmi Widiyantara yang juga tim teknis pembuatan bilik sterilisasi mengatakan, ide bilik sterilisasi diprakarsai Rektor IT Telkom Surabaya Tri Arief Sardjono.

 

IT Telkom Surabaya bergerak cepat melakukan eksperimen dengan membuat bilik sterilisasi.

Bilik itu dilengkapi sebuah blower yang berisi cairan disinfektan dan bisa dimasuki satu orang secara bergiliran.

Jika alat itu diproduksi massal, setiap orang yang hendak mengunjungi fasilitas publik, rumah sakit, tempat keramaian, maupun menuju kantor-kantor pemerintah, harus lebih dulu masuk ke bilik sterilisasi tersebut.

Baca juga: Antisipasi Dampak Corona, Bulog dan Sugar Group Gelar Operasi Pasar hingga 24 Maret 2020

Sehingga, kuman dan virus yang menempel di tubuh atau pakaian setiap orang, bisa steril setelah disemprotkan cairan disinfektan melalui blower yang ada di bilik.

Ia menegaskan, IT Telkom Surabaya terus berusaha membantu Pemkot Surabaya mencegah penyebaran Covid-19.

"Karena Bu Risma bilang, kalau harus membagi-bagikan masker dan sebagainya rasanya kurang efektif, dan ini harga masker sudah mahal. Beliau sudah enggak bisa lagi beli. Bukan karena enggak ada uang, tetapi barang itu dilempar ke luar negeri, karena di luar negeri jauh lebih mahal," kata Helmi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com