Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berdiri di Lahan Sengketa, 3.000 Rumah di Green Citayam City Bogor Terancam Digusur

Kompas.com - 19/02/2020, 15:01 WIB
Afdhalul Ikhsan,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

KABUPATEN BOGOR, KOMPAS.com - Bangunan yang terdiri dari rumah dan ruko di Perumahan Green Citayam City (GCC), Desa Ragajaya, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, terancam digusur.

Pasalnya, sejumlah bangunan yang berdiri di atas lahan seluas 50 hektar itu dianggap ilegal oleh PT Tjitajam, selaku pemilik sah.

Berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) RI No : 2682 K/PDT/2019 telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) yang diketok pada 4 Oktober 2019.

Dalam putusan itu, PT Tjitajam menang sebagai pemilik sah atas lahan yang diserobot dan dijadikan proyek perumahan bersubsidi oleh PT Green Construction City, selaku pihak pengembang.

Tak pelak, sekitar 3.000 unit bangunan dikabarkan akan dieksekusi dalam waktu dekat ini.

Baca juga: Sengketa Lahan Berujung Bentrok di Makassar, 6 Orang Terluka, 1 Motor Dibakar

Resah rumah dibangun di lahan sengketa

Seorang warga yang terdampak, Tri Armida Siregar mengaku resah setelah mengetahui bahwa perumahan bersubsidi yang selama ini ia beli ternyata dibangun di atas lahan sengketa.

Ia dan suaminya Yus Sudarso, hanya bisa pasrah jika nanti akan dilakukan penggusuran oleh pihak aparat terhadap rumah impiannya itu.

Namun kata dia, pihak pengembang harus mengembalikan uang yang sudah ia keluarkan selama ini dan menolak jika diganti apapun.

"Saya dapat infonya itu (akan digusur), kalau sudah begini pengennya uang kembali intinya itu, karena suami saya sudah enggak kerja, di PHK. Ketika nanti dieksekusi mau tinggal di mana lagi," ucap Armida kepada Kompas.com, Selasa (18/2/2020).

Baca juga: Ratusan Petani Hadang Petugas Pengadilan yang Tinjau Lahan Sengketa

 

Tergiur rumah subsidi

Kondisi perumahan Green Citayam City (GCC) di Desa Ragajaya, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pemilik lahan berencana akan menggusur sekitar 3.000 unit bangunan yang terdiri atas rumah dan ruko.KOMPAS.COM/AFDHALUL IKHSAN Kondisi perumahan Green Citayam City (GCC) di Desa Ragajaya, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pemilik lahan berencana akan menggusur sekitar 3.000 unit bangunan yang terdiri atas rumah dan ruko.
Perempuan berusia 34 tahun itu menceritakan awal mula tertarik memiliki rumah di GCC pada tahun 2015.

Saat itu, ia mendapat informasi perumahan bersubsidi tipe 27/84 senilai Rp 140 juta dengan angsuran perbulan Rp 1 juta.

Armida dan suaminya pun tergiur lantaran hasrat ingin mempunyai tempat tinggal sudah tak terbendung.

Lebih-lebih harga rumah itu masih tergolong murah sehingga bisa menyesuaikan gaji masing-masing.

Tanpa pikir panjang lanjut dia, ia pun mengeluarkan uang tanda jadi (booking fee) sebesar Rp 2,5 juta dan sudah enam kali angsuran untuk uang muka (DP). Jika ditotal uang yang sudah dikeluarkan kurang lebih Rp 20 juta.

"(Pengembang) bilangnya subsidi jadi saya percayanya itu dari pemerintah (Jokowi) dong. Awalnya ditunjukkan surat-surat tapi enggak menteliti banget karena sudah bagus gitu (percaya) dan harganya standar lah sama gaji suami ya sudahlah kita ambil akhirnya," ujar dia.

Baca juga: Lapak Akan Digusur, 5 PKL Aksi Topo Pepe Di Depan Keraton Yogyakarta

DP sudah dibayar, ruah tak kunjung dibangun

Meski sudah membayar DP, nyatanya rumah impian Armida itu tak kunjung dibangun. Bahkan, empat tahun telah berlalu belum juga ada akad kredit dari GCC.

Tak sampai disitu, imbuh sang suami, Yus Sudarso bahwa di tengah perjalanan, ia kembali ditelepon oleh pengembang untuk membayar bakal hook dengan harga dihitung per meter.

"Sampai sekarang (saya) belum akad, terus kemarin ditelepon minta bayarin uang hook ada 12 meter kebelakang, tapi saya tidak mau bayar sampai akhirnya saya tahu ini perumahan memang ada masalah," beber Yus.

"Kalau ngambil perumahan prosesnya itu paling lama 2 tahun cuman inikan sudah ada 4 tahun, padahal biasanya kalau sudah DP langsung dibangun tapi kok punya kita enggak (dibangun)," sambung dia.

Sejauh ini, Yus dan istrinya belum terpikir untuk kembali membeli perumahan.

Dia menyakini bahwa permasalahan ini tidak semata tentang keluarganya, karena terdapat banyak warga yang juga dirugikan.

Yus hanya berharap, supaya uang segera kembali karena jumlahnya sangat berarti untuk keperluan membayar kontrakan saat ini di Desa Kranggan, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor.

"Kalau pun mau dipindahkan saya juga sudah enggak punya gaji tetap sekarang," ungkapnya.

Baca juga: Fakta SA Pelaku Penusukan Wiranto, Lulusan Fakultas Hukum yang Rumahnya Digusur untuk Pembangunan Tol

 

3.000 rumah akan segera digusur

Kondisi perumahan Green Citayam City (GCC) di Desa Ragajaya, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pemilik lahan berencana akan menggusur sekitar 3.000 unit bangunan yang terdiri atas rumah dan ruko.KOMPAS.COM/AFDHALUL IKHSAN Kondisi perumahan Green Citayam City (GCC) di Desa Ragajaya, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pemilik lahan berencana akan menggusur sekitar 3.000 unit bangunan yang terdiri atas rumah dan ruko.
Dihubungi terpisah, Kuasa Hukum PT Tjitajam, Reynold Thonak membenarkan akan segera dilakukan penggusuran terhadap rumah-rumah ilegal di atas lahan perumahan GCC tersebut.

Dalam hal ini, Pengadilan Negeri (PN) Cibinong yang menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung terkait kasus penyerobotan tanah PT Tjitajam yang sebagian dijadikan Perumahan Green CItayam City.  

Langkah itu diambil kata dia, karena pihak-pihak yang dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum tidak kunjung mematuhi perintah pengadilan.

Reynold mengaku, jika dalam waktu delapan hari perintah pengadilan tidak dilaksanakan, maka pengadilan akan mempersiapkan langkah-langkah eksekusi dengan upaya paksa.

Selanjutnya, lahan yang sudah dikosongkan kemudian akan diserahkan ke PT Tjitajam, pemilik sah atas lahan yang diserobot oleh sejumlah oknum itu.

"Rakor itu insiatif pengadilan dengan mengundang stakeholder seperti Polri, TNI, Satpol PP dan pemerintah daerah. Waktunya, dua minggu dan bila terjadi deadlock (buntu) kami minta pengadilan untuk melakukan penggusuran paksa," tegas Reynold.

Seiring hasil rakor tersebut, pihak TNI dan Polri akan melakukan pemetaan situasi lokasi eksekusi sepekan ini. Pemetaan lokasi mencakup analisa potensi kerawanan pelaksanaan eksekusi perumahan.

Sejauh ini, warga yang sudah menempati telah diberi tenggat waktu dua pekan untuk mengosongkan.

"Kami akan lakukan sosialisasi dan mengumpulkan warga di rakor selanjutnya karena di lahan itu sudah banyak terbangun rumah dan ruko," ucap dia.

Baca juga: Rumah Cimanggis yang Terancam Digusur untuk Kampus UIII Berusia Lebih dari 200 Tahun

Akan ada rumah penganti, tapi...

Reynold menambahkan bahwa pihaknya sudah mempersiapkan solusi untuk konsumen yang kehilangan rumah.

Para konsumen akan mendapatkan rumah pengganti yang legal, dengan syarat dan ketentuan tertentu.

"Sekalian, nanti kami bicarakan opsi-opsi bagi warga yang telah terlanjur membeli," sambung dia.

Perlu diketahui, saat ini ada sekitar 3.000 bangunan dan sejauh ini diketahui ada sekitar 600 orang telah meneken akad kredit dengan Bank BTN untuk pembelian rumah.

Dari sejumlah itu, sekitar 300 orang bahkan sudah melakukan kontrak dan sudah menempati rumah yang terbangun.

Pantauan Kompas.com kemarin, nampak sejumlah unit bangunan sudah berdiri kokoh dan ada pula yang baru setengah jadi.

Baca juga: Kecewa Akan Digusur, Pria Ini Malah Terbakar Saat Menghalau Alat Berat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com