Namun, misi kemanusiaan yang dilakukan pemerintah terus berjalan, hingga akhirnya mereka berhasil ditempatkan di Natuna untuk menjalankan masa observasi dan karantina selama 14 hari sejak Minggu (2/2/2/2020).
Teguran untuk Bupati
Pemerintah Daerah Kabupaten Natuna meliburkan sekolah mulai dari 3 Februari hingga 17 Februari 2020. Hal ini dilakukan agar anak-anak yang sangat rentan dengan penyebaran virus bisa terhindar dari virus corona.
"Setidaknya, dengan libur sekolah, anak-anak bisa tetap berada di rumah untuk menghindari bahaya dari virus corona tersebut," kata Sekretaris Daerah Natuna Wan Siswandi saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Minggu (2/2/2020).
Baca juga: Pemulangan Warga yang Dikarantina di Natuna Dijadwalkan Sabtu dan Minggu
Namun, kebijakan ini tidak berlangsung lama. Menteri Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal Otonomi Daerah mengeluarkan surat teguran yang ditujukan kepada Bupati Natuna.
Mendagri menyatakan bahwa Kabupaten Natuna sebagai tempat karantina WNI dari Provinsi Wuhan, China adalah kebijakan pemerintah pusat.
Kedua, Mendagri menilai, kebijakan meliburkan sekolah hanya akan menghambat proses belajar secara menyeluruh.
Mendagri meminta Bupati untuk segera mencabut surat edaran tersebut.
Warga mengungsi hingga nyaris gagal menikah
Polemik bagi proses karantina dan observasi WNI tersebut belum selesai. Sebagian masyakat Ranai, khususnya masyarakat Desa Kota Tua Penagih yang lokasinya hanya berjarak 1,3 kilometer dari lokasi karantina memilih untuk mengungsi.
Kegiatan observasi dan karantina ini menyebabkan ada satu pasangan di Penagih yang nyaris gagal menikah, yakni Solihin (21) dan Parmita (20).
Pernikahan mereka yang seharusnya dilaksanakan Kamis (6/2/2020), mendadak dimajukan menjadi Senin (3/2/2020).
Namun, hal itu hanya sebatas ijab kabul saja, sementara resepsinya sampai saat ini belum diketahui kapan akan dilaksanakan.