Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Kelenteng Kwan Tie Miau Pangkal Pinang, Kelenteng Legendaris yang Jadi Pusat Atraksi Barongsai Imlek

Kompas.com - 24/01/2020, 11:15 WIB
Heru Dahnur ,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

Tradisi pembagian sembako ini pun berjalan rutin setiap tahun perayaan Imlek.

Baca juga: Mengenal Lebih Dekat Ikan Dewa, Harganya Jutaan dan Selalu Diburu Jelang Imlek

Izin Belanda

Sebagai salah satu tempat ibadah tertua, kelenteng Kwan Tie Miau telah melewati beberapa kali proses renovasi dan pergantian nama.

Pendirian kelenteng ini pun bagian dari prinsip keadilan untuk menyediakan tempat ibadah di Pangkal Pinang sejak zaman Belanda.

Sejarawan Pangkal Pinang Akhmad Elvian menuturkan, dalam catatan Belanda Algemeen Verslag Der Residentie Banka Over Het Jaar 1850, Bundel Bangka Nomor 41, dituliskan bahwa di Kota Muntok, bagi umat Islam sudah tersedia satu masjid yang berfungsi sebagai tempat ibadah dan pendidikan.

Sementara bagi orang-orang Cina sudah tersedia satu kelenteng.

Baca juga: Jelang Imlek, Patung Dewa di Tempat Ibadat Tri Dharma Jember Disucikan

Kemudian di Distrik Pangkalpinang juga terdapat kelenteng yang cukup besar dan bersih.

Di distrik lainnya rumah ibadah dan toa pekong kecil disediakan dan diperbolehkan dibangun oleh orang-orang Cina untuk keperluan peribadatannya.

Kelenteng tua yang dimaksud dan didiskripsikan cukup besar dan bersih dalam laporan residen Bangka di distrik Pangkal Pinang di atas adalah Kelenteng Kwan Tie Bio.

"Kelenteng ini pada masa Orde Baru diubah namanya menjadi kelenteng Amal Bakti. Setelah terbakar pada tanggal 22 Februari 1998 dan dipugar pada tanggal 5 Agustus 1999 diberi nama Kwan Tie Miau," kata Elvian yang juga penulis buku Kampoeng di Bangka.

Baca juga: Ikan Dewa Jadi Buruan Jelang Imlek, Harga Capai Rp 1 Juta per Kilogram

Kelenteng diduga didirikan pada tahun 1841 Masehi, dapat dilihat dari angka tahun aksara Cina pada satu lonceng di kelenteng dan diresmikan pada tahun 1846 Masehi.

Ini diketahui dari papan ucapan selamat dari beberapa perkumpulan kongsi penambangan timah pada hari baik bulan baik tahun ke-26 Daoguang yang bertepatan dengan tahun 1846 Masehi (Elvian, 2005:51).

Menurut Elvian, kedatangan orang-orang dari Cina ke Pulau Bangka sejak masa Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikromo (Tahun 1724-1757 Masehi) dan masa Sultan Ahmad

Najamuddin I Adikusumo (Tahun 1757-1776 Masehi) hingga masa kolonial Belanda.

"Di samping untuk bekerja sebagai penambang timah, juga mereka membawa agama dan kepercayaan serta budaya asli dari tempat asalnya," ujar dia.

Baca juga: Jelang Imlek, Pesanan Kue Keranjang di Cianjur Merosot Drastis

Pemujaan yang dilakukan di kelenteng seperti Sembahyang Tutup Tahun Imlek (Sam Sip Pu), Sembahyang menyambut Tahun Baru, sembahyang pada toa pekong yang diarak pada saat Cap Go Meh dan Sembahyang Rebut (Cit Ngiat Pan).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com