Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Tengah Keterbatasan Penglihatan, Sipa Terus Berjuang hingga Jadi Barista Profesional

Kompas.com - 16/01/2020, 16:12 WIB
Reni Susanti,
Farid Assifa

Tim Redaksi

Sipa menjelaskan, saat ada pengumuman pelatihan barista, ia langsung mendaftar karena suka tantangan.

Ia tertarik mengikuti semua proses pelatihan barista yang diselenggarakan di Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna Bandung selama empat bulan.

Dalam pelatihan, Sipa belajar banyak hal mulai dari mengenal, meracik, hingga menyajikan kopi beserta dengan alat-alatnya.

Bukan hal mudah bagi Sipa belajar menjadi barista. Penglihatannya yang terbatas membuatnya harus berjuang lebih keras dan teliti.

Misalnya saat menuangkan susu pada racikan kopi dalam gelas. Matanya harus lebih dekat dengan gelas untuk memastikan takarannya benar dan tidak ada susu yang meleber ke luar gelas.

Baca juga: Cerita Dina, Wanita Perancang Jembatan LRT Jabodetabek: Tak Diizinkan Ayah Berkarier dan Pesan untuk Wanita Indonesia (4)

Begitupun saat mereka menimbang kopi. Mereka harus super teliti untuk memastikan angka di timbangan pas dengan jumlah kopi yang diinginkan.

Sebab jika takarannya kurang atau salah dan rasa kopi racikannya berubah.

Tak hanya itu, pekerjaan lainnya seperti mencuci gelas pun membutuhkan ketelitian super. Jangan sampai, masih ada sisa kotoran yang menempel.

Hal yang paling disukainya adalah kegiatan barista ini tidak mengekang.

Sipa masih bisa melakukan kegiatan sebelumnya menjadi guru private. Syaratnya satu, bisa membagi waktu.

“Saya lulusan Pendidikan Luar Biasa (PLB) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Selama ini saya aktif menjadi guru private untuk anak berkebutuhan khusus (ABK),” katanya.

Kedua kegiatan tersebut ia jalankan dengan suka cita. Walaupun sebenarnya, masih ada mimpi besar dalam hidupnya yang ingin dicapai. Yakni menjadi ahli fisioterapi dan tari.

Belajar Bahasa Inggris

Untuk mencapainya, Sipa belajar bahasa Inggris dan mencari beasiswa. Sebab keilmuan tersebut saat ini baru bisa didapatkan di luar negeri.

“Sebenarnya, mimpi saya ini bertentangan dengan keinginan orangtua. Mereka (orangtua) pengen saya melanjutkan (S2) di PLB (Pendidikan Luar Biasa) lagi,” ungkap Sipa.

Bukan bermaksud membangkang keinginan orangtua, tapi Sipa ingin mewujudkan mimpinya tersebut. Sebab ia yakin bisa mewujudkannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com