Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Tengah Keterbatasan Penglihatan, Sipa Terus Berjuang hingga Jadi Barista Profesional

Kompas.com - 16/01/2020, 16:12 WIB
Reni Susanti,
Farid Assifa

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com – Sipa (30) tertunduk. Di tangan kanannya terdapat sekotak susu segar.

Dengan hati-hati, ia menuangkan susu tersebut ke gelas berisi racikan kopi dengan pelan dan hati-hati.

Beberapa detik kemudian, ia melihat dengan seksama gelas yang ada di depannya.

Ketika dirasa kurang, ia membungkukkan badannya sehingga posisi mata lebih awas melihat susu dan gelas.

Kemudian ia menuangkan susu hingga takarannya pas.

Setelah kopi racikannya jadi, ia berdiri tegak. Tersenyum, kemudian mendekati tempat kasir.

Baca juga: Cerita Dina, Wanita Perancang Jembatan LRT Jabodetabek: Ingin Bangun Banyak Jembatan di Indonesia (5)

 

Tak berapa lama, ia memanggil nama pemesan kopi dan menyerahkan es kopi susu hasil racikannya.

“Silakan kak, ini es kopi susunya. Selamat menikmati,” ujar Sipa dengan ramah di Cafe More Wyata Guna, Bandung, Selasa (14/1/2020).

Sekilas, tak ada gurat lelah dari wajahnya. Padahal saat itu jarum jam menunjukkan pukul 15.00 WIB.

Sejak kafe dibuka pukul 08.00 WIB, Sipa belum sempat beristirahat karena banyaknya pengunjung.

Meski demikian, demi profesionalisme, Sipa selalu tersenyum. Memastikan takarannya pas. Meskipun ia harus melihatnya berulang-ulang dengan teliti untuk mendapat takaran pas.

“Saya low vision. Jadi perlu berjuang lebih keras untuk memastikan takarannya pas,” tutur Sipa ke Kompas.com.

Perjuangan Sipa

Di tengah kesibukannya meracik kopi, kepada Kompas.com, Sipa menceritakan pengalamannya menjadi barista.

Ia mengaku senang karena mendapatkan pengalaman baru.

Sipa menjelaskan, saat ada pengumuman pelatihan barista, ia langsung mendaftar karena suka tantangan.

Ia tertarik mengikuti semua proses pelatihan barista yang diselenggarakan di Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna Bandung selama empat bulan.

Dalam pelatihan, Sipa belajar banyak hal mulai dari mengenal, meracik, hingga menyajikan kopi beserta dengan alat-alatnya.

Bukan hal mudah bagi Sipa belajar menjadi barista. Penglihatannya yang terbatas membuatnya harus berjuang lebih keras dan teliti.

Misalnya saat menuangkan susu pada racikan kopi dalam gelas. Matanya harus lebih dekat dengan gelas untuk memastikan takarannya benar dan tidak ada susu yang meleber ke luar gelas.

Baca juga: Cerita Dina, Wanita Perancang Jembatan LRT Jabodetabek: Tak Diizinkan Ayah Berkarier dan Pesan untuk Wanita Indonesia (4)

Begitupun saat mereka menimbang kopi. Mereka harus super teliti untuk memastikan angka di timbangan pas dengan jumlah kopi yang diinginkan.

Sebab jika takarannya kurang atau salah dan rasa kopi racikannya berubah.

Tak hanya itu, pekerjaan lainnya seperti mencuci gelas pun membutuhkan ketelitian super. Jangan sampai, masih ada sisa kotoran yang menempel.

Hal yang paling disukainya adalah kegiatan barista ini tidak mengekang.

Sipa masih bisa melakukan kegiatan sebelumnya menjadi guru private. Syaratnya satu, bisa membagi waktu.

“Saya lulusan Pendidikan Luar Biasa (PLB) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Selama ini saya aktif menjadi guru private untuk anak berkebutuhan khusus (ABK),” katanya.

Kedua kegiatan tersebut ia jalankan dengan suka cita. Walaupun sebenarnya, masih ada mimpi besar dalam hidupnya yang ingin dicapai. Yakni menjadi ahli fisioterapi dan tari.

Belajar Bahasa Inggris

Untuk mencapainya, Sipa belajar bahasa Inggris dan mencari beasiswa. Sebab keilmuan tersebut saat ini baru bisa didapatkan di luar negeri.

“Sebenarnya, mimpi saya ini bertentangan dengan keinginan orangtua. Mereka (orangtua) pengen saya melanjutkan (S2) di PLB (Pendidikan Luar Biasa) lagi,” ungkap Sipa.

Bukan bermaksud membangkang keinginan orangtua, tapi Sipa ingin mewujudkan mimpinya tersebut. Sebab ia yakin bisa mewujudkannya.

“Saya yakin bisa,” tegasnya.

Sipa merupakan satu dari belasan barista perempuan disabilitas netra yang mengikuti pelatihan tersebut.

Usia mereka beragam dari usia belasan hingga 30-an dan sudah memiliki anak.

“Ada juga yang sudah punya anak dua, namanya Kak Puji. Kami semua senang ada di sini,” tutur Sipa.

Baca juga: Cerita Dina, Wanita Perancang Jembatan LRT Jabodetabek: Awalnya Ditolak, Kini Dipuji Insinyur Jepang (3)

Cafe More berada di komplek Wyata Guna, Jalan Pajajaran, Kota Bandung. Cafe ini buka Senin-Sabtu pukul 08.00-21.00 WIB.

Produk yang disajikan beragam, seperti espresso based, coffee based, berbagai olahan cokelat dan susu. Kemudian refreshment and premium tea, serta frape dan jus.

Untuk harga sangat terjangkau. Mulai dari Rp 10.000 seperti green tea hingga Rp 28.000 seperti Brazilian Lemonade.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com