Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Dina, Wanita Perancang Jembatan LRT Jabodetabek: Urus 3 Adik sejak Kelas V SD (2)

Kompas.com - 13/01/2020, 12:10 WIB
Reni Susanti,
Farid Assifa

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com – Alumnus Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB) angkatan 1989, Arvila Delitriana, berhasil merancang jembatan lengkung light rail transit (LRT) Jabodetabek.

Jembatan sepanjang 148 meter dengan radius lengkung 115 meter tersebut melayang di atas flyover Tol Dalam Kota, di samping Kuningan, Jakarta Selatan.

Bahkan, jembatan tersebut mendapatkan rekor Muri sebagai jembatan terpanjang di Indonesia.

Keberhasilannya mendapatkan banyak pujian, di antaranya insinyur Jepang dan Presiden Joko Widodo.

Baca juga: Cerita Dina, Wanita Perancang Jembatan LRT Jabodetabek: Ditentang Insinyur Asing hingga Dipuji Jokowi

Untuk meraih hal tersebut, perempuan yang akrab disapa Dina ini mengaku membutuhkan mental yang kuat, seperti pengalaman hidupnya saat kecil.

“Ayah saya tentara. Kalau ibu, ibu rumah tangga. Karena tentara, ayah sering dipindah-pindah ke berbagai daerah, termasuk daerah terpencil,” ujar Dina kepada Kompas.com di Bandung, pekan lalu.

Suatu hari, sang ayah memutuskan anak-anaknya tinggal di Bandung. Sedangkan ayah dan ibunya dipindahkan ke Papua dan daerah lainnya.

“Saat itu, saya kelas V SD, adik saya tiga. Sejak saat itu saya urus tiga adik. Memang ada bibi, tapi saya yang mengambil peran sebagai orangtua,” ungkap Dina.

Setiap hari, Dina kecil mengajari adik-adiknya belajar. Mengantarkan ketiga adiknya ke mana pun. Menginjak SMP dan SMA, ia mengambil rapor adik-adiknya.

Kondisi tersebut ia jalankan dengan sukacita. Walaupun tak bisa dimungkiri, sebagai remaja, ia pun sedih melihat keadaannya.

“Sedih tentunya ada. Anak ABG (saat yang lain jalan-jalan), ia harus mengurus ketiga adiknya. Tapi saya mencari cara sendiri untuk mengatasinya,” imbuhnya.

Pengalaman itulah yang membuatnya berdiri tegar dalam segala situasi, termasuk saat memasuki dunia teknik yang identik maskulin.

Seperti suatu hari, ia datang ke sebuah tempat untuk menjalankan proyek. Karena pekerja di proyek tersebut semuanya laki-laki, tak ada toilet perempuan.

“Kumuh, kotor, dan tidak ada toilet perempuan,” ungkapnya.

Bahkan pernah di China, tidak ada toilet sama sekali. Pekerja laki-laki biasanya buang air kecil di mana saja. Namun, hal tersebut tentunya sulit dilakukan oleh perempuan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com