Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaleidoskop 2019: Kisah Warga AS Bikin 7 Sekolah di Papua hingga Anak Tukang Becak Lulus Cum Laude ITB

Kompas.com - 31/12/2019, 20:15 WIB
Pythag Kurniati

Penulis

Unjuk rasa berakhir rusuh. Seorang polisi Aiptu Erwin terbakar dan tergeletak sendirian di tepi trotar.

"Awalnya saya tidak berani mendekat karena situasinya kacau. Tapi saya beranikan diri karena lihat Bapak itu kasihan mengerang kesakitan,” kata Ridwan.

Secara spontan, terbersit di benak Ridwan untuk memberikan air minum pada polisi tersebut. Ia pun menemukan segelas air mineral.

"Saya minumkan ke bapak polisi itu sambil mencoba menenangkannya," ujarnya.

Ridwan tak menyangka, foto dirinya tengah memberi minum Aiptu Erwin viral di media sosial. Foto tersebut menuai beragam pujian dari warganet.

Sedangkan Kapolres Cianjur AKBP Soliyah mengatakan, Polisi menyiapkan penghargaan bagi Ridwan sebagai apresiasi keberanian seorng pelajar menolong polisi yang terbakar.

"Penghargaan diberikan sebagai bentuk terimakasih atas kepedulian dan ketulusannya memberi pertolongan pada anggota kami," katanya.

Baca juga: Siswa SMK yang Beri Minum Polisi Terbakar Bercita-cita Ingin Jadi Polisi

4."Ibu Guru, kami takut meja patah'

Seorang guru penggerak daerah terpencil (GPDT) Kabupeten Mappi, Provinsi Papua, Diana Cristiana Da Costa Ati menulis surat terbuka bagi Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan terpilih.

Diana mengisahkan kondisi dan perjuangan anak-anak pedalaman Kampung Kalibusene, Papua dalam menimba ilmu.

Kampung tersebut ditempuh kurang lebih 9 jam dari Distrik Assue. Itu pun Diana harus menggunakan perahu ketinting.

Perjalanannya menemui berbagai hal yang tak ia sangka. Seperti bertemu rumpun tebu rawa di perjalanan yang menguras tenaga mereka.

Diana menangis saat pertama kali menginjakkan kaki di sana. Ia prihatin dengan kondisi masyarakat dan anak-anak kampung tersebut.

Penduduk, kata Diana, hidup di atas lumpur bila musim kemarau dan hidup di genangan air rawa saat musim hujan.

Ironi tersebut juga dialami anak-anak sekolah di Kampung Kalibusene. Kondisi infrastruktur sekolah sangat memprihatinkan.

Anak-anak di enam tingkatan kelas SD harus belajar di tiga ruangan. Satu orang guru harus mengajar 50 anak. Hanya ada dua orang guru yang mengajar di kampung itu.

Anak-anak duduk di lantai ketika belajar. Sebab bangku yang tersedia untuk mereka gunakan belajar sudah reyot hingga roboh saat dipakai.

"Ibu guru kami takut meja patah, kata seorang murid. Tidak lagi peduli pada meja dan bangku. Kami semua duduk melantai sambil belajar menulis abjad," tutur Diana.

Ia berharap pemerintah Indonesia, melalui Nadiem Makarim memerhatikan kondisi pendidikan tanah air.

Sebab Indonesia bukan hanya Jawa. Anak-anak di pedalaman kampung Kalibusene juga bagian dari Indonesia. Mereka harus mendapatkan pendidikan yang layak.

Surat terbuka tersebut ditulis Diana dalam akun Facebooknya. Hingga Senin (11/11/2019) tak kurang dari 306 orang membagikan postingan surat terbuka Diana.

Baca juga: Ini Tim Baru Mendikbud Nadiem Jawab Tantangan Pendidikan Indonesia

5.Kisah driver ojek online selesaikan S2

Driver Ojek Online, Badrut Tamam, Usai Wisuda Program Pasca Sarjana di Kampus IAIN Jember, Jawa Timur, Disambut Rekan- Rekannya.KOMPAS.COM/AHMAD WINARNO Driver Ojek Online, Badrut Tamam, Usai Wisuda Program Pasca Sarjana di Kampus IAIN Jember, Jawa Timur, Disambut Rekan- Rekannya.

Driver ojek online Badrut Tamam berhasil menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana (S2) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jember.

Tak tanggung-tanggung, pria asal Desa Tisno Gambar, Kecamatan Bangalsari, Kabupaten Jember, Jawa Timur tersebut lulus magister hukum dengan predikat cum laude.

Langkahnya kembali belajar menempuh jenjang magister lantaran ia haus ilmu. Tak puas dengan ilmu yang dia peroleh saat menjalani kuliah S1, Badrut memutuskan melanjutkan kuliah.

Di sela-sela kuliah, ia bekerja sebagai driver ojek online. Hal itu dilakukannya untuk menambal kebutuhan hidup dan membayar biaya kuliah.

“Harus berbagi waktu, ya kalau waktu kuliah, saya off-kan dulu aplikasinya. Begitu selesai kuliah, saya langsung narik lagi,” katanya.

Meski kerap menggunakan jaket Go-Jek saat berkuliah, Badrut tak pernah meras malu. Ia berpendapat, yang dilakukannya adalah mencari ilmu dan pekerjaannya adalah pekerjaan halal.

Usai menyandang gelar magister dan menjalani wisuda pada Oktober 2019 lalu, Badrut tak lantas berhenti menimba ilmu begitu saja.

"Saya akan lanjutkan pendidikan ke jenjang doktor, tidak ada kata menyerah, karena saya yakin, pasti ada jalan apalagi saya mencari ilmu," ujarnya optimis.

Baca juga: Mempresentasikan Dinamika Pendidikan Indonesia Dari Masa ke Masa

6. Skripsi #Gantipresiden antar Regita jadi lulusan cum laude

Regita Anggia (20), terpilih sebagai wisudawan terbaik Universitas Padjadjaran (Unpad). Ia lulus program studi ilmu komunikasi dengan IPK 4.DOK UNIVERSITAS PADJADJARAN Regita Anggia (20), terpilih sebagai wisudawan terbaik Universitas Padjadjaran (Unpad). Ia lulus program studi ilmu komunikasi dengan IPK 4.

Fenomena ramainya tagar #Gantipresiden ditangkap oleh Regita Anggia (20). Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran tersebut mengulas tagar tersebut sebagai judul skripsinya.

Skripsi Regita berjudul "Pengaruh Sikap pada #2019GantiPresiden sebagai Gerakan Populis terhadap Partisipasi Politik Pemilih Pemula Universitas Padjadjaran Melalui Penggunaan #2019GantiPresiden di Media Sosial”.

"Saya tertarik dengan isu media. Gerakan #2019GantiPresiden pun erat kaitannya dengan media sosial, jadi saya tertarik menelitinya," katanya.

Skripsi Regita sempat menuai pujian. Antara lain dari anggota DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang juga Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional Capres dan Cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Mardani Ali Sera.

Skripsi itu menjadi kisah penutup yang manis bagi perjuangan Regita. Ia lulus Strata 1 dengan IPK sempurna, 4,00.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com