Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaleidoskop 2019: Kisah Warga AS Bikin 7 Sekolah di Papua hingga Anak Tukang Becak Lulus Cum Laude ITB

Kompas.com - 31/12/2019, 20:15 WIB
Pythag Kurniati

Penulis

Regita berpesan agar setiap orang tidak pesimistis menghadapi setiap tantangan.

"Saya yakin setiap orang punya lampauan batas diri sendiri. Apa pun itu, kita pasti bisa lakuin asal memang ada tujuannya. Jika sudah punya tujuan, kalau ditekuni, pasti bisa,” tuturnya.

Baca juga: Skripsi #2019GantiPresiden Antar Regita Anggia Jadi Lulusan Terbaik Unpad dengan IPK 4

7. Siswa SMA di Palangkaraya temukan bajakah, diyakini bisa obati kanker

Tahun 2019, publik digemparkan dengan penemuan batang pohon tunggal atau dalam bahasa Dayak dikenal sebagai bajakah, sebagai obat kanker.

Temuan ini pertama kali diungkapkan oleh siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Palangkaraya Yazid. Ia menyampaikan, keluarganya menggunakan bajakah untuk mengobati kanker.

Bersama dua rekannya, Anggina Rafitri dan Aysa Aurealya Maharani, Yazid membentuk sebuah tim. Mereka dibimbing oleh guru biologi SMA 2 Palangkaraya, Herlita.

Mereka kemudian melakukan beberapa tahapan penelitian untuk mengungkap khasiat bajakah.

Tim melakukan uji sampel dengan menggunakan dua ekor mencit betina yang telah diinduksi zat pertumbuhan sel tumor atau kanker.

Terhadap mencit pertama, mereka memberikan bawang dayak dalam bentuk cairan.

Sedangkan seekor mencit lainnya diberi air rebusan kayu bajakah.

Mengejutkan, mencit yang diberi air bajakah tetap sehat dan berkembang biak. Sementara mencit lainnya mati

Tak sampai di situ, uji laboratorium dilakukan guna menyingkap khasiat bajakah. Tim bekerjasama dengan Universitas Lambung Mangkurat, Kalimantan Selatan.

Hasilnya, kayu bajakah mengandung anti oksidan yang kaya. Beberapa zat yang ditemukan terkandung di dalamnya antara lain fenolik, steroid, tannin, alkonoid, saponin dan terpenoid.

Kayu bajakah kemudian diolah menjadi serbuk teh siap seduh. Serbuk tersebut yang membawa ketiga siswa SMA itu meraih juara pertama Youth National Science Fair 2019 di UPI Bandung.

Tak sampai di situ, karya ilmiah mengenai bajakah itu juga menyabet juara dunia life science pada ajang World Invention Olympic di Seoul, Korea.

Anggina, salah satu anggota tim mengaku senang dapat membagi informasi mengenai kearifan alam lokal Kalimantan Tengah.

"Kami akan terus berupaya menggali potensi alam lainnya agar Kalimantan Tengah yang kaya akan sumber daya bisa bermanfaat bagi banyak orang," katanya.

Baca juga: 5 Tanggapan Para Pakar atas Kontroversi Bajakah sebagai Obat Kanker

8. Anak pengayuh becak lulus cum laude di ITB

Herayati dan kedua orang tuanya usai wisuda di ITB.Dokumen Herayati Herayati dan kedua orang tuanya usai wisuda di ITB.

Bagi Herayati, keterbatasan ekonomi keluarga tidak membuat impiannya surut.

Meski ayahnya hanya seorang tukang becak dan ibunya ibu rumah tangga, Herawati terus berjuang mengggapai mimpinya.

Orangtuanya tersebut justru menjadi motivasi terbesarnya untuk terus berprestasi.

"Motivasi berprestasi di ITB orangtua. Karena saya kuliah jauh jadi ya sudah seharusnya saya melakukan yang terbaik di sana," kata Herayati.

Perempuan kelahiran Cilegon, Banten tersebut lulus strata satu dengan predikat cum laude di Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia memperoleh IPK 3,77.

Herayati bahkan pernah menjadi delegasi Indonesia dalam acara Asia Pasific Future Leader Conference tahun 2017 di Malaysia.

Perempuan yang akrab disapa Hera itu kemudian mengambil program fast track dan melanjutkan program magister di sana.

Ia kembali lulus dengan predikat cum laude dengan IPK 3,8.

Sejak lulus S1, Hera telah dipinang oleh Universitas Sultang Agung Tirtayasa (Untirta).

Setelah lulus S2, ia diminta mengabdi sebagai doen luar biasa di Jurusan Teknik Untirta.
Hera mengajar mahasiswanya pada mata kuliah kimia dasar pada usia 22 tahun.

"Maunya jadi dosen tetap tapi harus PNS, sambil menunggu penerimaah jadi dosen luar biasa dulu sementara di teknik untuk kimia dasar. Mulai ngajar bulan September ini," katanya.
Bukan berarti Hera tak pernah mengalami kegagalan. Ia pernah gagal masuk ITB melalui jalur undangan.

Ia kemudian diterima di Teknik Kimia melalui jalur tes tertulis.

Selama berkuliah di ITB, ia selalu berusaha mencari uang untuk meringankan beban kedua orangtuanya. Ia menjadi asisten dosen hingga guru bimbingan belajar (bimbel).

Perjuangan Hera, katanya, tak ada artinya tanpa doa kedua orangtuanya. Hera juga berpesan agar setiap orang optimistis dan berprasangka baik pada Tuhan dalam upaya menggapai impian.

Sumber : KOMPAS.com (Penulis: Defriatno Neke, Acep Nazmudin, Firman Taufiqurrahman, Ahmad Winarno, Reni Susanti , Kurnia Tarigan, Irsul Panca Aditra, Dhias Suwandi | Editor: Caroline Damanik, Khairina, Rachmawati, Farid Assifa, Robertus Belarminus).

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com