Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Warga di Grobogan yang Kini Bebas dari Krisis Air berkat Mata Air Berusia Ratusan Tahun

Kompas.com - 24/10/2019, 11:42 WIB
Puthut Dwi Putranto Nugroho,
Farid Assifa

Tim Redaksi

Ada hutan, ada air

Asisten Perhutani BKPH Kuncen KPH Gundih, Joko Prayitno, mengatakan, sumber air yang ditemukan warga itu berada di kawasan hutan Perhutani yang sudah ditetapkan sebagai Kawasan Perlindungan Setempat (KPS), salah satunya perlindungan sumber air. 

 

Kawasan hutan tersebut setidaknya terus terjaga kelestariannya hingga saat ini melalui peran masyarakat juga.

Hutan, kata dia, memiliki kemampuan sebagai regulator air. Dengan kata lain, hutan mampu mengatur, menyokong proses alami dan menyediakan air bersih apabila dibiarkan tetap alami.

Hutan mampu menyimpan air di musim hujan ketika ketersediaan air berlimpah. Pun demikian hutan juga mampu melepaskan air saat musim kemarau, saat di mana ketersediaan air minim. 

"Hutan menjadi satu hal yang sangat vital terhadap persediaan atau pasokan air bersih bagi manusia. Ia mampu menyaring dan membersihkan air lebih baik dan lebih murah daripada sistem yang diciptakan oleh manusia. Selama kelestarian hutan dijaga, sumber air pasti berlimpah. Silakan dimanfaatkan untuk keperluan warga dan ini kabar baik bagi semuanya," jelas Joko.

Administratur KPH Gundih, Agus Priantono, mengatakan, dari 197.000 hektar total luas wilayah Kabupaten Grobogan, 69.000 hektar di antaranya adalah kawasan hutan negara.

Sementara itu, di  kawasan hutan wilayah KPH Gundih tercatat ada sekitar 30-an sendang berkapasitas air melimpah yang selama ini menjadi sumber kehidupan warga setempat. 

"Hampir 40 persen wilayah Grobogan adalah hutan. Jika kelesetarian hutan tetap terjaga dengan baik, air yang tersimpan pasti sangat melimpah. Terbukti, sendang-sendang berkapasitas besar muncul di kawasan hutan yang lestari. Di Grobogan ada banyak sendang di kawasan hutan. Di wilayah KPH Gundih saja ada 30 an sendang," pungkasnya.

Baca juga: Marak Penggalian Sumur Dalam, 7 Desa di Magetan Alami Krisis Air Saat Kemarau Panjang

 

Pamsimas gagal 

Selama ini, program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) dinilai belum efektif untuk membantu memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat wilayah pelosok di Grobogan.

Salah satu penyebab kegagalan itu yakni sumber air tanah. Hal itu merujuk pada riset geologi yang menyebut wilayah Kabupaten Grobogan adalah kawasan yang minim pasokan air tanah. 

Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Disperakim) Grobogan, M Chanif mengatakan, di Kabupaten Grobogan tercatat ada 273 desa dari 19 kecamatan.

Ada pun program Pamsimas yang berlangsung sejak 2008 sudah berjalan di 150-an desa di Grobogan. Melalui Pamsimas sudah terealisasi sumur, tandon, jaringan, dan sambungan (satu paket instalasi pamsimas) di setiap desa. Satu paket Pamsimas dianggarkan Rp 300 juta.

"Namun karena minimnya sumber air tanah, masih banyak desa yang tak terjangkau Pamsimas. Bahkan saat ini 20 persen mangkrak karena sumber air tanahnya habis," tutur kata Chanif kepada Kompas.com.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com