Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Menghilang" 155 Tahun, Ibis Sendok Raja Kembali Terlihat di Sulawesi

Kompas.com - 22/10/2019, 05:49 WIB
Rosyid A Azhar ,
Khairina

Tim Redaksi

Dari lembaga inilah kemudian terlahir data burung di Danau Limboto yang berjumlah 94 spesies. Jumlah ini akan bertambah seiring temuan ibis sendok raja di lokasi ini.

Perjumpaan dengan burung yang memiliki wajah hitam dengan paruh besar mirip moncong platipus, hewan semi-akuatik yang lazim ditemukan di bagian timur benua Australia, ini membuat gembira penggiat lingkungan di Gorontalo.

Tidak banyak catatan di Pulau Sulawesi yang ditemukan saat mengembangkan informasi tentang ibis sendok raja ini.

Hasil penelusuran di internet memunculkan informasi yang berasal dari jurnal tahun 1907, catatan ini berada di museum Leiden, Belanda.

Dalam jurnal ini dikatakan terdapat tengkorak ibis sendok raja yang sudah tidak sempurna yang dikirim dari Sulawesi oleh Carl Benjamin Hermann Baron von Rosenberg, seorang naturalis yang pernah mengunjungi Gorontalo tahun 1865. Tahun sebelumnya ia mengunjungi Negeri Minahasa.

“Dikatakan penemuan ibis sendok raja ini didapat di persawahan Langowan, Minahasa. Itu sudah lama sekali, 155 tahun lalu, ” kata Hanom Bashari.

Hanom Bashari berusaha mencari informasi kehadiran ibis sendok raja di Pulau Sulawesi pascalaporan Carl Benjamin Hermann Baron von Rosenberg tersebut, namun belum menemukan.

“Tidak ada lagi catatan kehadiran ibis sendok raja di Sulawesi setelah itu,” kata Hanom Bashari.

Namun bagi Hanom Bashari dan juga penggiat lingkungan Perkumpulan BIOTA Gorontalo, catatan kehadiran burung ibis sendok raja di danau Limboto pada bulan Oktober ini malah membingungkan.

Kehadirannya di Danau Limboto, Gorontalo yang berada di Pulau Sulawesi ini dipandang aneh karena pada bulan ini bukan masa migrasi burung dari benua Australia. Selama ini juga tidak pernah dicatat kemunculannya di Gorontalo.

“Di Danau Limboto baru saja dikunjungi banyak burung migran yang berasal dari belahan utara bumi, seperti cerek kernyut (Pluvialis fulva), cerek pasir besar (Charadrius leschenaultia), berkik ekor lidi, biru laut ekor blorok atau lainnya. Kok tiba-tiba di hadapan kami muncul ibis sendok raja yang berasal dari Australia yang belum masuk musim dingin. Ini fenomena menarik,” kata Debby Hariyanti Mano, Direktur Perkumpulan BIOTA.

Hanom Bashari mengakui ibis sendok raja merupakan satwa yang lazim berada di Benua Australia, namun sedikit catatan untuk Indonesia seperti di Jawa, Nusa Tenggara dan Timor.

Catatan lama Carl Benjamin Hermann Baron von Rosenberg pada 1864 seakan membangkitkan kembali ingatan betapa lengan utara Pulau Sulawesi sangat penting dalam siklus kehidupan satwa liar, terutama burung air.

Rosenberg dalam bukunya Reistogten in de Afdeeling Gorontalo banyak menceritakan perjalanannya di Danau Limboto dan kekayaan hayatinya, termasuk buaya penghuni danau.

Secara spesifik ia juga menuturkan ragam jenis burung di danau termasuk sebutan dalam bahasa Gorontalo, bahkan di reruntuhan Benteng Nassau dikisahkan burung-burung beterbangan terlihat dekat dengan orang.

Dalam tulisannya ia menyebut Trichoglossus ornatus, Perkici Dora sebagai Ulolito, Eclectus mülleri, Nuri Bayan disebut Auliha, Loriculus stigmatus, Serindit Sulawesi dinamakan Tindito, Centropus rectunguis, bubut hutan dinamakan Alu'u, Coracias temminckii, Tiong-lampu Sulawesi adalah Lunggungeu,Eurystomus orientalis, Tiong-lampu biasa atau hendingo-opo, dan lainnya.

Danau Limboto merupakan danau endapan yang kaya substrat. Diperkirakan awalnya danau ini memiliki luas yang terbentang dari lembah Paguyaman di Kabupaten Boalemo hingga di kaki Gunung Tilong Kabila, Kabupaten Bone Bolango sekarang ini.

Gerak lempeng bumi yang terus mengangkat dasar laut Gorontalo membuat danau ini semakin mengecil, namun faktor yang paling menentukan adalah pasokan sedimen yang mengalir sepanjnag tahun ke danau ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com