Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kota Medan Semakin Mengerikan, Begal-begal Sadis Berkeliaran..."

Kompas.com - 03/09/2019, 07:30 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

Tentang keadilan hukum yang tak diterima para korban, Julheri bilang, keadilan itu relatif. Dalam keadaan tertentu, sanksi hukum memang harus diperberat. Tapi jangan salah, penghukuman bukan aksi balas dendam, makanya tetap pencegahan yang terbaik.

"Karena bisa saja korban kehilangan nyawa, luka dan menderita. Sementara pelaku juga kehilangan nyawa karena ditembak atau dimassa. Saya lebih cenderung penegakan hukum itu harus memanusiakan manusia, memperlakukan manusia secara manusiawi..." tegas dia.

Ditanya apakah juga mengikuti perkembangan Kota Medan yang saat ini menjadi daerah rawan begal, Bang Jul, begitu panggilannya membenarkan dan mengaku takut kalau sedang membawa kendaraan di titik-titik merah kejahatan. 

"Tapi sama aja kita sama penjahat kalau menegakkan hukum dengan melanggar hukum, kan?!" tanya sambil mengakhiri percakapan.

Baca juga: Pelajar 16 Tahun Ditusuk Begal Sadis, Motor Dirampas dan Pelaku Masih Bebas

Kemungkinan akibat narkoba, hingga ketimpangan ekonomi

Dari kacamata sosiologi, persoalan kriminalitas jalanan sudah multi dimensi. Kemungkinan besar akibat konsumsi narkoba yang membuat pelaku memiliki keberanian di atas rata-rata.

Tidak ada lagi rasionalitas dan terang-terangan di depan umum. Kemudian berhubungan dengan sindikasi dan keberadaan geng-geng motor. 

"Gerombolan-gerombolan anonim, tidak ada orang yang bertanggungjawab sehingga mereka sangat berani," ucap Muba Simanihuruk.

Apakah ketimpangan ekonomi yang menjadi faktor pencetus, sosiolog USU ini bilang, semua orang merasakan ketimpangan ini. Namun tidak harus menyalurkannya dengan begal sepeda motor.

Kenapa tidak merampok ramai-ramai tanpa membawa sepeda motor? Walau sepeda motor menjadi alat atau cara untuk melarikan diri dan menghilangkan jejak. Kenapa bukan mobil?

"Walaupun akarnya ada di kesenjangan, makanya saya bilang multi dimensi. Atau ini bagian dari perlawanan kaum tertindas kepada kaum kapitalis yang menikmati ekstak kekayaan kota. Atau bisa jadi, mereka remaja labil yang diajak untuk menunjukkan jati diri dengan cara salah," katanya menjelaskan.

Solusi paling mudah tapi berbiaya adalah memasang kamera pengintai di zona-zona rawan begal. Ditambah razia yang bukan sekedar rutinitas, tapi bagian dari pencegahan dan penindakan.

Dia mencontohkan, ketika akan berangkat ke kampus dan mengetahui polisi sedang menggelar razia, dirinya pasti segera menyiapkan perlengkapan dan surat-surat penting. 

"Kadang kita terasing dan merasa sendiri sehingga sulit kita mendapatkan keamanan dan kenyamanan itu," katanya.

Baca juga: Begal Sadis di Makassar Banyak Libatkan Anak di Bawah Umur

Hukum rimba

Namun perasaan ini bukan berarti melegalkan masyarakat main hakim sendiri untuk menghukum para pelaku kejahatan.

Muba tidak membenarkan hukum rimba ini berlaku dan terjadi. Meski hatinya terbelah dan terusik, satu sisi melihat korban mengalami penderitaan dan kesedihan yang panjang. Sisi lain melihat pelaku diarak ke sana-sini kemudian dimassa sampai mati.

"Pengeroyokan massal adalah hukum balas dendam yang dilegalkan kelompok masyarakat, ini gak benar... Itu bukan jalan keluar, ketemu begal dihabisin, ketemu korban dihabisin juga, kita malah membuat spiral kekerasan yang tidak ada ujungnya," sebut dia.

Sebelum mengakhiri komentarnya, Muba mengajak masyarakat menghindari jalur-jalur rawan begal apalagi di larut malam.

Kalau memang sangat mendesak, tidak sendirian. Menurutnya, beginilah kehidupan masyarakat berisiko (risk society) jaman now. Persoalannya bukan hanya soal begal, mulai pemadaman listrik, lampu lalu lintas mati, tidak ada polisi, semuanya berisiko.

"Semuanya berisiko, kehidupan kota itu memang seperti inilah..." tutup Muba.  

Baca juga: Alasan Hakim Hukum Berat Dua Begal Sadis Pemotong Tangan di Makassar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com