Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukit Soeharto Kalimantan Timur, Kawasan Konservasi Masa Orde Baru Calon Pengganti Ibu Kota RI

Kompas.com - 22/08/2019, 15:42 WIB
Rachmawati

Editor

Pada 2004 Perubahan fungsi Taman Wisata Alam Bukit Soeharto seluas 61.850 hektar menjadi Taman Hutan Raya melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 419/Menhut-II/2004 tanggal 19 Oktober 2004.

Namun saat pemerintahan Orde Baru berakhir, bukit tersebut hampir dilupakan.

Dilansir dari Antara, Pemkab Kutai Kartanegara pernah merencanakan untuk membuka tambang batu bara besar-besaran di Bukit Soeharto, namun saat itu puluhan LSM lingkungan hidup di Kaltim bersatu menolak rencana itu.

Baca juga: Mengenal Bukit Soeharto, Calon Lokasi Ibu Kota Baru yang Dikunjungi Jokowi

Pemkab Kutai Kartanegara juga telah mengeluarkan izin konsesi batu bara yang diperkirakan sudah masuk dalam kawasan konservasi itu. Beberapa bagian di kawasan itu kini terdapat jalan perusahaan untuk mengangkut batu bara.

Dikutip dari tulisan berjudul "Bukit Soeharto Hanya untuk Konservasi" yang tayang di Harian Kompas pada 3 September 2001, keberadaannya dinilai bermanfaat untuk hajat hidup orang banyak.

Sedikitnya ada tiga sungai besar yang bermuara ke Sungai Mahakam di daerah ini.

Kawasan ini terdiri dari kawasan hutan lindung dan kawasan safari dengan luas 19.865 hektar, taman wisata 4.400 hektar, hutan pendidikan 1.500 hektar, Hutan Penelitian Pusat Rehabilitasi Hutan Tropis Unmul 22.183 hektar, Wanariset Samboja 3,504 hektar, dan area perkemahan pramuka 2.700 hektar.

Di dalam kawasan ini juga terdapat Pusat Reintroduksi dan Rehabilitasi Orangutan Wanariset Samboja dan hutan pendidikan Universitas Mulawarman.

Baca juga: Bukit Soeharto Jadi Salah Satu Lokasi Calon Ibu Kota Baru

 

Tanda silang oranye di Bukit Soeharto

Saat meninjau Bukit Soeharto, Presiden Jokowi mendapatkan paparan dari Wakil Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Hadi Mulyadi dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kaltim Zairin Zain.

"Memang ada beberapa lokasi yang sudah kira-kira 1,5 tahun ini dikaji yang salah satunya adalah di Kalimantan Timur yang kurang dan lebih kita datangi siang hari ini," kata Jokowi, Selasa (7/5/2019)

Ia juga menyebutkan, kawasan Bukit Soeharto memiliki sejumlah keunggulan antara lain kelengkapan infrastruktur pendukung yang telah tersedia di sekitar kawasan.

Keberadaan sarana pendukung tersebut dapat menghemat biaya pembangunan.

"Di sini saya melihat semuanya sangat mendukung. Kebetulan ini berada di tengah-tengah jalan tol Samarinda-Balikpapan. Kemudian, kalau kita lihat di Balikpapan ada airport-nya, Samarinda juga ada airport-nya. Sudah enggak buat airport lagi, sudah ada dua. Pelabuhan juga sudah ada," kata Jokowi.

Baca juga: Ada Tanda Silang Oranye di Bukit Soeharto, Diduga Penanda Lokasi Ibu Kota Baru di Kalimantan

Meski demikian, ia menegaskan pemindahan dan persiapan ibu kota baru tidak hanya berkutat pada kesiapan infrastruktur.

"Kajian itu tidak hanya urusan infrastruktur. Ada kajian sosial-politiknya seperti apa. Ini yang perlu dipertajam. Kemudian urusan lingkungan dan kebutuhan air seperti apa. Apakah jauh dari sisi kebencanaan entah banjir atau gempa bumi," ujar Jokowi.

Dilansir dari Tribun Kaltim, daerah yang bakal dijadikan lokasi ibu kota baru ada di kawasan Tahura Bukit Soeharto, tepatnya di KM 45, Bukit Merdeka, Samboja.

Saat ini, tak jauh dari pemukiman warga, terdapat tanda silang warna oranye bertuliskan 'Badan Geospasial RI' dan 'Jangan Dirusak Juni-Juli 2019'.

Ada juga tulisan 'Untuk Pemotretan Udara dan Lidar wilayah Kukar, Kaltim 2019'.

Tanda tersebut diketahui warga sekitar seminggu setelah Presiden Jokowi melakukan kunjungan ke kawasan Tahura pada awal Mei 2019 lalu.

Baca juga: Menimbang 3 Lokasi Calon Ibu Kota Baru di Pulau Kalimantan...

Tanda tersebut diperkirakan milik Badan Geospasial RI untuk survei pemetaan udara wilayah Kukar, Kaltim sebagai calon lokasi ibukota negara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com