Salin Artikel

Bukit Soeharto Kalimantan Timur, Kawasan Konservasi Masa Orde Baru Calon Pengganti Ibu Kota RI

Presiden Joko Widodo telah berkunjung ke bukit yang populer dengan nama Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, Selasa (7/5/2019).

Lokasi taman hutan seluas 61.850 hektare tersebut berada di dua kabupaten, yakni Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara.

Lokasinya bisa ditempuh dengan jalan darat dalam waktu 1,5 jam dari Samarinda atau 45 menit dari Balikpapan.

Sebagian kawasan kini dilewati oleh ruas Tol Balikpapan-Samarinda. Tol senilai Rp 6,2 triliun itu melintas sepanjang 24 kilometer di dalam Tahura Bukit Soeharto yang merupakan kawasan konservasi.

Kala itu, Bukit Soeharto yang memiliki luas sekira 61.000 hektare termasuk beranda atau contoh keberhasilan Indonesia dalam melestarikan lingkungan.

Salah satu Menteri Kehutanan pada era pemerintahan Soeharto, yakni Djamaludin Suryohadikusumo selalu membawa tamu negara yang ingin melihat pengelolaan hutan di Indonesia ke Bukit Soeharto.

Melekatnya nama "Soeharto" di bukit dengan ekosistem hutan tropis dataran rendah itu menyebabkan kawasan itu termasuk "angker" bagi mereka yang berniat melakukan kegiatan yang bisa merusak hutan.

Saat itu, Soeharto menginstruksikan agar Departemen Kehutanan melibatkan seluruh pemegang hak pengelolaan hutan (HPH) di Kaltim dalam pelestariannya.

Di antara kawasan itu terdapat bumi perkemahan yang indah karena terdapat kolam dan pondok-pondok, serta terdapat zona kawasan hutan lindung serta hutan penelitian Universitas Mulawarman.

Namun bukit rawan terbakar. Tercatat kebakaran besar pernah terjadi di bukit tersebut pada musim kemarau tahun 1982, 1985, 1993, dan 1998.

Kebakaran Bukit Soeharto menjadi perhatian dunia karena kawasan tersebut menjadi contoh pengelolaan hutan di Indonesia.

Penamaan yang sesuai dengan nama Presiden RI kedua itu tidak lepas dari sejarah bahwa Soeharto pernah melakukan perjalanan darat dari Balikpapan ke Samarinda melintasi bukit tersebut.

Selain itu, Soeharto pernah mengeluarkan kebijakan terkait pelindungan hutan di kawasan tersebut.

Pada tahun 1976 Gubernur Kalimantan Timur mengeluarkan ketetapan bahwa hutan di jalur jalan Samarinda-Balikpapan sepanjang 36 km sebagai zona produksi dan zona pelestarian lingkungan.

Lalu pada 1982 keluar Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor 818/Kpts/Um/11/1982 tentang Penetapan Hutan Lindung Bukit Soeharto seluas 27.000 hektare.

Kebijakan lain dilanjutkan pada 1987 tentang Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 245/Kpts-II/1987 tanggal 18 Agustus 1987 tentang perubahan status kawasan hutan lindung Bukit Soeharto menjadi hutan wisata sehingga luas Hutan Wisata Bukit Soeharto kurang lebih 64.850 hektare.

Pada 1991 juga  dikeluarkan ketetapan bahwa kawasan Hutan Wisata Bukit Soeharto seluas 61.850 hektare sebagai kawasan hutan dengan fungsi sebagai Hutan Wisata melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 270/Kpts-II/1991, 20 Mei 1991.

Pada era Orde Baru, warga yang bermukim di kawasan itu hanya sekitar 2.000 orang, namun jumlahnya terus bertambah dengan seiringnya waktu.

Pada 2004 Perubahan fungsi Taman Wisata Alam Bukit Soeharto seluas 61.850 hektar menjadi Taman Hutan Raya melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 419/Menhut-II/2004 tanggal 19 Oktober 2004.

Namun saat pemerintahan Orde Baru berakhir, bukit tersebut hampir dilupakan.

Dilansir dari Antara, Pemkab Kutai Kartanegara pernah merencanakan untuk membuka tambang batu bara besar-besaran di Bukit Soeharto, namun saat itu puluhan LSM lingkungan hidup di Kaltim bersatu menolak rencana itu.

Pemkab Kutai Kartanegara juga telah mengeluarkan izin konsesi batu bara yang diperkirakan sudah masuk dalam kawasan konservasi itu. Beberapa bagian di kawasan itu kini terdapat jalan perusahaan untuk mengangkut batu bara.

Dikutip dari tulisan berjudul "Bukit Soeharto Hanya untuk Konservasi" yang tayang di Harian Kompas pada 3 September 2001, keberadaannya dinilai bermanfaat untuk hajat hidup orang banyak.

Sedikitnya ada tiga sungai besar yang bermuara ke Sungai Mahakam di daerah ini.

Kawasan ini terdiri dari kawasan hutan lindung dan kawasan safari dengan luas 19.865 hektar, taman wisata 4.400 hektar, hutan pendidikan 1.500 hektar, Hutan Penelitian Pusat Rehabilitasi Hutan Tropis Unmul 22.183 hektar, Wanariset Samboja 3,504 hektar, dan area perkemahan pramuka 2.700 hektar.

Di dalam kawasan ini juga terdapat Pusat Reintroduksi dan Rehabilitasi Orangutan Wanariset Samboja dan hutan pendidikan Universitas Mulawarman.

"Memang ada beberapa lokasi yang sudah kira-kira 1,5 tahun ini dikaji yang salah satunya adalah di Kalimantan Timur yang kurang dan lebih kita datangi siang hari ini," kata Jokowi, Selasa (7/5/2019)

Ia juga menyebutkan, kawasan Bukit Soeharto memiliki sejumlah keunggulan antara lain kelengkapan infrastruktur pendukung yang telah tersedia di sekitar kawasan.

Keberadaan sarana pendukung tersebut dapat menghemat biaya pembangunan.

"Di sini saya melihat semuanya sangat mendukung. Kebetulan ini berada di tengah-tengah jalan tol Samarinda-Balikpapan. Kemudian, kalau kita lihat di Balikpapan ada airport-nya, Samarinda juga ada airport-nya. Sudah enggak buat airport lagi, sudah ada dua. Pelabuhan juga sudah ada," kata Jokowi.

Meski demikian, ia menegaskan pemindahan dan persiapan ibu kota baru tidak hanya berkutat pada kesiapan infrastruktur.

"Kajian itu tidak hanya urusan infrastruktur. Ada kajian sosial-politiknya seperti apa. Ini yang perlu dipertajam. Kemudian urusan lingkungan dan kebutuhan air seperti apa. Apakah jauh dari sisi kebencanaan entah banjir atau gempa bumi," ujar Jokowi.

Dilansir dari Tribun Kaltim, daerah yang bakal dijadikan lokasi ibu kota baru ada di kawasan Tahura Bukit Soeharto, tepatnya di KM 45, Bukit Merdeka, Samboja.

Saat ini, tak jauh dari pemukiman warga, terdapat tanda silang warna oranye bertuliskan 'Badan Geospasial RI' dan 'Jangan Dirusak Juni-Juli 2019'.

Ada juga tulisan 'Untuk Pemotretan Udara dan Lidar wilayah Kukar, Kaltim 2019'.

Tanda tersebut diketahui warga sekitar seminggu setelah Presiden Jokowi melakukan kunjungan ke kawasan Tahura pada awal Mei 2019 lalu.

Tanda tersebut diperkirakan milik Badan Geospasial RI untuk survei pemetaan udara wilayah Kukar, Kaltim sebagai calon lokasi ibukota negara.

Warga setempat sempat kaget saat menemukan penanda tersebut.

Menurut Antonius K Pallaka Sekretaris Kelurahan Bukit Merdeka, pihak kelurahan masih menunggu kepastian lokasi calon ibu kota yang akan ditentukan oleh pemerintah pusat.

Munculnya wacana pemindahan ibukota ke Kaltim, menurut Antonius belum banyak diketahui warga Bukit Merdeka.

Walaupun sempat ada kabar bahwa harga tanah di daerah Bukit Merdeka mulai naik, namun Antonius memastikan saat ini harga tanah di sekitaran Bukit Merdeka masih normal.

Saat ditanyakan soal beberapa petanda yang terpasang di sekitar Kelurahan Bukit Merdeka, Antonius belum mengetahui dan belum ada laporan yang masuk ke kelurahan.

"Belum ada laporan kalau ada dipasang patok di beberapa tempat," ucapnya.

Sementara itu Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Tahura Bukit Soeharto Rusmadi didampingi Kasi Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan, Doni Fahroni mengungkapkan, pemasangan titik ikat tersebut dilakukan Badan Informasi Geospasial (BIG) pusat di area tahura sejak bulan Ramadan lalu.

Sedikitnya ada 23 titik penanda (ikat) Badan Informasi Geospasial RI di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto.

Titik ikat tersebut berfungsi sebagai penanda pengambilan foto udara dalam rangka pemetaan kawasan Tahura Bukit Soeharto.

"Sudah lama dipasangnya itu. Pemasangan dilaksanakan sebelum Ramadan. Sedikitnya 23 titik ikat dipasang BIG di Tahura Bukit Soeharto. Kepentingannya, sebagai tanda untuk pengambilan foto udara untuk pemetaan," ujarnya saat dihubungi, Rabu (31/7/2019).

Selain dipasang di Tahura Bukit Soeharto, titik ikat juga dipasang di daerah Kutai Barat.

"Selain di Kukar, juga dipasang di Kubar. Kami juga tidak mengetahui dengan jelas apakah ini ada kaitannya dengan rencana pemindahan pusat pemerintahan (ibukota negara) atau tidak. Namun informasi yang kami dapatkan, kegiatan ini memang rutin dilakukan BIG untuk melakukan foto udara untuk kepentingan pemetaan," tuturnya.

Sebelum masuk ke Tahura Bukit Soeharto, tim BIG telah mengantongi persetujuan dari Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI.

Sementara itu Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan di kawasan Bukit Soeharto yang ada di wilayah Kalimantan Timur, terdapat bendungan Samboja yang bisa menjadi sumber air baku dan dapat diolah menjadi air minum.

Hal lain yang masih perlu mendapat kajian yaitu soal aspek sosial budaya. Kedua wilayah ini memiliki latar belakang sosial budaya yang berbeda sehingga harus dikaji serius terlebih dahulu dari Bappenas.

"Menerima 1,5 juta orang kan enggak gampang. Itu harus dipelajari," tuntas Basuki.

Total kebutuhan lahan ibu kota berdasarkan hasil kajian Bappenas sebesar 30.000-40.000 hektar dengan biaya mulai Rp 323 triliun hingga Rp 466 triliun.

SUMBER: KOMPAS.com (Caroline Damanik, Silvita Agmasari, Ihsanuddin, Dani Prabowo, Rachmawati)

https://regional.kompas.com/read/2019/08/22/15425501/bukit-soeharto-kalimantan-timur-kawasan-konservasi-masa-orde-baru-calon

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke