Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sosok Dodi dan Imam di Balik Kasus Asmara Berdarah Prada DP, Siapa Mereka?

Kompas.com - 16/08/2019, 06:17 WIB
Aji YK Putra,
Farid Assifa

Tim Redaksi

PALEMBANG,KOMPAS - Seorang prajurit muda dari Kodam II Sriwijaya kini sedang berjuang keras agar terhindar dari hukuman mati atas kasus pembunuhan sadis yang ia lakukan kepada pacarnya sendiri, Fera Oktaria (21).

Adalah Prada DP yang saat ini namanya terus menjadi perbincangan atas tindakan keji yang ia lakukan itu.

Oditur sebelumnya mendakwa pria berkulit putih dan berbadan tegap tersebut dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.

Dalam Pasal 338 KUHP disebutkan ancaman yang menjerat Prada DP adalah di atas 15 tahun penjara. Sedangkan Pasal 340 KUHP ancaman terberatnya adalah hukuman mati.

Dari awal sidang yang berlangsung Kamis (1/8/2019), ada tiga saksi tak bisa dihadirkan oleh Oditur karena keberadaannya belum diketahui.

Para saksi tersebut adalah orang yang membantu dan mengetahui aksi kekejaman Prada DP usai membunuh Fera di kamar 06 Penginapan Sahabat Mulya di Kecamatan Sungai Lilin, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.

Baca juga: Keterangan Prada DP Banyak Kejanggalan, Hakim Duga Pembunuhan Fera Direncanakan

Mereka adalah Dodi Karnadi (36), paman Prada DP. Lalu Imam dan Muhammad Hasanudin yang merupakan teman pelaku.

Imam tak bisa dihadirkan di ruang sidang karena sudah meninggal akibat tenggelam satu bulan lalu sebelum sidang dimulai.

Sedangkan, Dodi dan Hasanudin sampai saat ini menghilang tanpa jejak hingga keberadaannya belum diketahui.

Meski demikian, dua saksi tersebut telah diambil keterangannya oleh penyidik Detasemen Polisi Militer Kodam II Sriwijaya usai Prada DP tertangkap pada 13 Juni 2019 lalu.

Prada DP datang ke rumah Dodi

Berkas pemeriksaan Dodi kepada penyidik, Kamis 20 Juni 2019 lalu, menyebutkan bahwa saksi telah mengetahui Prada DP membunuh Fera pada Rabu 8 Mei 2019. 

Saat itu, Prada DP datang ke rumahnya di Kabupaten Musi Banyuasin dengan mengendarai sepeda motor korban. Dodi lalu menayakan perihal kedatangan keponakannya tersebut.

Prada DP mengaku telah kabur dari lokasi pendidikan Pusat Latihan Tempur (Puslatpur) di Baturaja dan tak sengaja membunuh Fera di kamar penginapan Sahabat Mulya yang hanya berjarak sekitar 1 kilometer dari tempat tinggal saksi.

Sontak pengakuan itu membuatnya terkejut. Ia sempat mencaci terdakwa karena tindakannya tersebut.

Masih dalam keterangan Dodi, Prada DP memintanya untuk menyiapkan kapak, parang dan gergaji. Seluruh benda tajam itu akan digunakan terdakwa untuk memotong bagian tubuh korban. Tindakan itu ia lakukan karena ingin menghilangkan jejak usai membunuh kekasih hatinya tersebut.

"Saksi menolak membantu terdakwa," kata Oditur Mayur CHK D Butar Butar saat membacakan hasil pemeriksaan Dodi di ruang sidang.

Saksi Imam sarankan jenazah dibakar 

Setelah menolak permintaan dari Prada DP, Dodi ternyata masih berpikir dan akhirnya menghubungi saksi Imam yang tak lain adalah rekannya untuk mencari solusi masalah yang menimpa terdakwa.

Baca juga: Cerita Pelarian Prada DP dari Pendidikan TNI Sebelum Bunuh dan Mutilasi Kekasih

Imam yang mendapatkan telepon, lalu datang ke rumah Dodi. Di sana kedua saksi ini berbincang membahas permasalahan Prada DP.

Usai perbincangan, sepeda motor Fera yang sebelumnya dibawa oleh Prada DP diberikan kepada Imam, berikut handphone korban dan pelaku.

Saksi Imam menyarankan agar handphone itu dibuang. Dodi lantas melemparkan dua unit ponsel tersebut ke atas bak mobil truk yang melintas di jalan raya agar rekam jejak Prada DP tak terdeteksi.

"Imam lalu menjual motor tersebut untuk ongkos pelarian terdakwa Prada DP," ujarnya. 

Meski demikian, Prada DP masih memikirkan jenazah Fera yang masih ada di kamar penginapan. Ia takut jasad korban membusuk karena terlalu lama ditinggal. Terlebih lagi tangan kanan korban sudah dalam keadaan setengah terpotong.

"Lalu Imam menyarankan terdakwa untuk membakar tubuh korban. Terdakwa lalu kembali ke penginapan untuk membakar, namun niat itu nggak jadi karena merasa kasihan," ujar Oditur melanjutkan hasil berkas pemeriksaan Dodi.

Temui Hasanudin untuk belajar mengaji

Imam mengenal sosok Hasanudin. Ia lalu mendatangi kediaman saksi sembari membawa terdakwa DP bersama Dodi.

Baca juga: Penyesalan Prada DP Usai Mutilasi Pacar: Saya Doakan Terus Usai Shalat

Ketika berada di sana, Imam menyebutkan Prada DP sedang ada masalah di rumah, sehingga terdakwa ingin tobat dan belajar mengaji.

Karena tak melihat gelagat mencurigakan, Hasanudin siap membantu terdakwa DP. Ia menyarankan agar Prada DP belajar di pondok pesantren di Serang, Banten.

Keduanya lalu berangkat dengan bermodalkan uang hasil penjualan motor serta tambahan dari orangtua terdakwa. Dari berkas pemeriksaan itu, kedua orangtua DP juga mengetahui bahwa anak mereka telah membunuh Fera.

"Saksi Hasanudin menyarankan agar terdakwa belajar di pesantren di Banten. Keduanya lalu berangkat. Hasanudin baru mengetahui jika terdakwa bermasalah ketika berada di sana," ungkapnya.

Prada DP sebut Dodi sarankan jenazah Fera dipotong dua

Prada DP menyampaikan pernyataan mengejutkan saat menjalani sidang ke-5 di Pengadilan Militer I-04 Palembang, Kamis (15/8/2019).

Seluruh keterangan itu bertolak belakang apa yang diucapkan saksi. Dalam berkas pemeriksaan sebelumnya, Dodi disebutkan menolak untuk menyiapkan parang, kapak dan gergaji besi.

Namun, menurut Prada DP, Dodi memberikannya kantong plastik berukuran besar yang akan digunakan untuk memasukkan tubuh Fera.

"Kantong plastik itu untuk memasukkan jenazah Fera setelah dipotong, agar darahnya tidak netes. Setelah dari rumah Dodi saya membeli tas dan koper di pasar," ujar Prada DP. 

Saat bertemu Dodi, Prada DP mengaku bahwa pamannya itu menyarankan agar jenazah korban dipotong menjadi dua bagian dan dimasukkan ke koper sehingga bisa dibawa keluar kamar.

Mendapatkan saran tersebut, ia kembali membeli gergaji besi di toko bangunan dekat rumah pamannya itu. 

"Saya minta tolong Dodi untuk membantu memotongnya, Dodi tidak mau. Saya balik lagi ke penginapan," jelasnya. 

Baca juga: Pengakuan Prada DP, Dilarang Menyerahkan Diri hingga Merasa Dibuntuti

Ketika di penginapan, Prada DP kembali melanjutkan untuk memotong tangan Fera. Namun ia lalu merasa iba dan mengurungkan niatnya tersebut.  

"Saya kembali lagi ke rumah dodi. Dodi lalu menelepon Imam (saksi yang meninggal) untuk meminta bantuan," ungkapnya. 

Saat Imam datang, ia menyarankan agar Prada DP membakar jenazah Fera yang ada di dalam kamar dengan menggunakan obat nyamuk bakar yang telah dibentuk menjadi "bom waktu".

"Seluruh tubuhnya saya siram pertalite, sekitar 9 liter. Kasur juga disiram, ketika obat nyamuk dihidupkan, saya kasihan jadi saya batalkan," ucapnya.

Ingin menyerahkan diri namun dilarang Dodi

Sosok Dodi juga disebut Prada DP sebagai orang yang melarangya untuk menyerahkan diri ke Polisi Militer ataupun satuan tempatnya berdinas usai membunuh Fera.

Niat menyerahkan diri itu muncul setelah upaya mutilasi yang dilakukan Prada DP gagal. Begitu juga dengan percobaan pembakaran tubuh korban.

"Dodi bilang tidak usah, dia yang menyarankan saya agar tidak menyerahkan diri," kata Prada DP, Kamis (15/8/2019).  

Dodi lantas menghubungi temannya bernama Imam. Lalu Prada DP disarankan untuk membakar jenazah Fera, namun usaha itu batal ia lakukan. 

Selanjutnya, saksi Imam yang telah meninggal sebelum dihadirkan dalam ruang sidang, menghubungi satu saksi lagi bernama Muhammad Hasanudin.  

Kepada Hasanudin, Imam menjelaskan bahwa Prada DP sedang mengalami masalah keluarga dan ingin belajar mengaji.

Baca juga: Pengakuan Lengkap Prada DP Bunuh dan Mutilasi Kekasih

 

Hasanudin pun menyarankan agar Prada DP belajar di pesantren Serang, Banten, hingga keduanya pun berangkat ke sana.  

"Selama saya di sana, merasa ada yang mengikuti. Lalu menghubungi tante saya untuk menyerahkan diri dan dijemput Polisi Militer," ujarnya.  

Hakim nilai pembunuhan Fera sudah direncanakan

Pernyataan saksi dan terdakwa Prada DP yang tak sinkron tersebut ternyata membuat hakim menduga bahwa pembunuhan Fera telah direncanakan terdakwa lebih dulu.

Kejanggalan itu salah satunya adalah Prada DP yang nekat membawa korban Fera ke penginapan Sahabat Mulya di Kecamatan Sungai Lilin, kabupaten Musi Banyuasi, pada 8 Oktober 2019.  

Hakim anggota Myor CHK Syawaluddin menduga ada unsur perancanaan yang dilakukan Prada DP. Terdakwa ingin menjauhkan korban dari rumah. 

Sebab, jarak antara Palembang dan Musi Banyuasin memakan waktu sekitar 3 jam hingga sampai ke penginapan.  

Syawaluddin pun menyebutkan, Prada DP telah empat hari berada di Palembang, tepatnya pada 4 Mei 2018. 

Saat menghubungi Fera, Prada DP mengaku hanya ingin "curhat" kepada korban. Namun nyatanya langsung membawa Fera ke tempat bibinya. 

"Terdakwa membawa tas dan mengaku baru kabur pendidikan. Padahal sudah 4 hari. Di jembatan Kertapati ngaku ingin curhat, tapi dibawa ke Musi Banyuasin? Ini ada kesengajaan ingin menjauhkan korban?" tanya Syawaluddin. 

Prada DP pun mengaku menginap di penginapan Sahabat Mulya lantaran hari sudah larut malam. Namun, ia tak mengetahui alamat pasti bibinya tersebut. 

"Kami menginap karena sudah malam, rencananya besok mau mencari lagi rumah bibi Elsa. Tapi malam itu kami ribut, sehingga saya membunuh Fera," ujarnya. 

Lalu Syawaludin mempertanyakan alasan Prada DP nekat berangkat ke Serang Banten dengan untuk belajar mengaji usai membunuh. 

"Di sini banyak (pesantren), kenapa harus Banten?" tanya Syawaluddin lagi. 

Mendengar pertanyaan itu, Prada DP langsung menundukkan kepalanya dan enggan melihat hakim sembari menangis. 

"Saya ketemu sama guru ngaji namanya Abah Syar'i," ucap Prada DP. 

Syawaludin pun lantas membeberkan riwayat dari guru ngaji yang diucapkan Prada DP.

Baca juga: Pengakuan Prada DP Tega Mutilasi Kekasih: Saya Kecewa Dia Bilang Hamil 2 Bulan

 

Berdasarkan catatannya, Abah Syar'i yang dimaksud Prada DP pernah terjerat kasus menyembunyikan tahanan yang kabur pada 2013-2014. 

"Saya juga tahu kalau dia nolak kedatangan kamu. Takut bermasalah lagi, makanya kamu dialihkan ke tempat muridnya. Benar apa tidak?," tanyanya. 

Setelah diberi penjelasan hakim, Prada DP bungkam tanpa berani menjawab pertanyaan itu. Ia pun hanya tertunduk sembari menangis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com