Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Warga Bertahan Hadapi Kekeringan, Minum Air Keruh hingga Buat Kubangan di Dasar Sungai

Kompas.com - 27/06/2019, 05:00 WIB
Puthut Dwi Putranto Nugroho,
Khairina

Tim Redaksi

Untuk memenuhi satu jeriken kemasan 40 liter dbutuhkan waktu paling cepat 10 menit.

Jeriken diangkut menuju rumah menggunakan motor, dan ada juga yang digendong dengan berjalan kaki. 

Seperti halnya Sri Murtini (58) yang mengaku kelimpungan harus bolak-balik menggendong jeriken dari belik menuju rumahnya.

Buruh tani yang hidup sebatang kara ini berjalan kaki sejauh hampir 1 kilometer dari belik menuju rumahnya.

Baca juga: Kemarau Datang, Air Bersih di Desa Marmoyo Jombang Mulai Terbatas

 

Meski kelelahan, ia terpaksa mengenyampingkan itu. Baginya, saat ini, yang terpenting kebutuhan akan air di rumahnya terpenuhi setiap hari.

"Sehari bolak-balik empat kali. Mau bagaimana lagi, tak ada air. Mau beli juga mahal bagi saya," ujar Sri.

Pagi ini Murtini tak sendiri, ia ikut mengantre di belik bersama dengan belasan pelajar SD. Bocah-bocah mungil itu secara mandiri mengambil air di belik untuk keperluan mandi sebelum berangkat sekolah. Tak terlihat raut muka muram dari anak-anak desa itu meski harus mengangkat ember yang telah penuh dengan air menuju ke rumah.

"Mau bantu bapak dan ibu, karena mereka harus ke sawah. Setiap pagi, kami bareng-bareng ambil air di belik. Airnya kotor, namun tak apa untuk minum dan mandi. Kami sudah biasa," tutur Rahayu (8), siswi kelas 3 SD asal Desa Keyongan.


Dikonsumsi

Kepala Desa Keyongan, Budi Hartono, menyampaikan, kemarau melanda desanya sudah sejak dua bulan ini.

Sementara warga yang hidup di garis kemiskinan terpaksa memanfaatkan belik untuk keperluan kebutuhan akan air. Budi berharap segera ada bantuan dari pemerintah untuk membantu memenuhi pasokan air bersih.

"Selain untuk mandi, air dari belik juga dikonsumsi setelah direbus. Kami berharap segera ada bantuan dari pemerintah. Untuk yang punya penghasilan lebih, mereka sih biasanya membeli air. Saat kemarau adalah mimpi buruk bagi kami. Tanah mengering dan tak ada sumber air. Kami berharap ada respons dari pemerintah," kata Budi.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan, dr Slamet, mengatakan, mengonsumsi air dari belik tidak menjadi masalah asalkan direbus terlebih dahulu.

"Air dari belik bisa dikonsumsi kalau terpaksa yaitu dengan direbus," ujarnya.


Minim pasokan air

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com