Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Fakta Keberadaan Balon Udara, Bisa Ledakkan Pesawat hingga Ganggu Penerbangan

Kompas.com - 07/06/2019, 15:33 WIB
Michael Hangga Wismabrata,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

Selain itu juga, pihak Air Nav Indonesia sudah melaporkan balon udara ini ke Kementerian Perhubungan dan pemerintah terkait.

Baca juga: Balon Udara Bertabung Gas 3 Kg Bisa Ledakkan Pesawat

3. Bahaya mengancam di balik balon udara di angkasa

Davitson mengungkapkan risiko jika balon udara tertabrak atau mengenai pesawat yang sedang terbang di angkasa.

“Jika balon udara yang dilengkapi dengan tabung gas, bisa-bisa meledakkan mesin pesawat jika terkena pesawat dan masuk ke dalam mesin. Jadi terpaksa pilot menerbangkan pesawat menghindari balon udara tersebut. Diperkirakan di daerah Wonosobo, secara luasnya di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dengan adanya balon udara yang mengganggu lalu lintas pesawat, Airnav Indonesia menerbitkan Notam,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, Kementerian Perhubungan telah menerbitkan PM No 40 tahun 2018 tentang Penggunaan Balon Udara Pada Kegiatan Budaya Masyarakat.

Balon udara tradisional boleh diterbangkan dengan ketentuan ditambatkan dengan tali maksimum 125 meter dari tanah, ukuran balon maksimum diameter 4 meter dan tinggi 7 meter.

Selain itu, setiap kegiatan penerbangan balon harus meminta izin kepada otoritas bandara dan pemerintah daerah.

Baca juga: Balon Udara Liar Ganggu Keselamatan di Ketinggian Pesawat

4. Menhub minta warga tak lagi terbangkan balon udara

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi (paling kanan) menyampaikan kondisi arus mudik Lebaran 2019 dalam jumpa pers di Kantor Kemenhub, Jakarta, Selasa (4/6/2019).KOMPAS.com/MURTI ALI LINGGA Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi (paling kanan) menyampaikan kondisi arus mudik Lebaran 2019 dalam jumpa pers di Kantor Kemenhub, Jakarta, Selasa (4/6/2019).

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengimbau warga Wonosobo untuk menghentikan kegiatan menerbangkan balon liar baik saat ini maupun tahun-tahun berikutnya. Sebab, penerbangan balon liar dapat mengganggu penerbangan pesawat udara.

"Saya mengimbau dengan segala kerendahan hati kepada warga di Wonosobo untuk menghentikan kegiatan itu," kata Menteri perhubungan Budi Karya Sumadi di Jakarta, Kamis (6/6/2019).

Budi mengatakan, penerbangan balon liar yang dibiarkan akan mengganggu pesawat-pesawat dan menjadi kualifikasi negara yang kurang baik bagi negara.

"Ini kalau dibiarkan selain mengganggu pesawat-pesawat yang terbang juga menjadi suatu kualifikasi yang kurang baik bagi negara kita. Kan kita ingin menjadi suatu negara yang dihargai di dunia," ucap Budi.

Baca juga: Menhub Imbau Warga Wonosobo Tak Lakukan Penerbangan Balon Udara Liar Lagi

5. Acara festival balon udara diganti balon tradisional

Suasana penyelenggaraan Java Balloon Festival 2018 di Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah, Selasa (19/6/2018). Festival diadakan Kementerian Perhubungan bersama AirNav Indonesia dalam rangka meredam maraknya balon udara liar yang membahayakan keselamatan penerbangan dalam beberapa hari terakhir.KOMPAS.com / ANDRI DONNAL PUTERA Suasana penyelenggaraan Java Balloon Festival 2018 di Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah, Selasa (19/6/2018). Festival diadakan Kementerian Perhubungan bersama AirNav Indonesia dalam rangka meredam maraknya balon udara liar yang membahayakan keselamatan penerbangan dalam beberapa hari terakhir.

Dalam rangka mensosialisasikan bahaya dari keberadaan balon udara bagi pesawat, AirNav Indonesia mensosialisasikan Java Traditional Balon Festival 2019 kepada ratusan warga di Kecamatan Pekalongan Selatan, Kota Pekalongan, Jawa Tengah, Senin (20/5/2019).

Seperti diketahui, selama ini banyak warga yang masih menerbangkan balon udara tanpa awak jelang Lebaran.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com