Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah "Hutan Tinggi Hari", Penjaga Kampung Masyarakat Adat Semende Ulu Nasal dari Bencana

Kompas.com - 10/03/2019, 11:25 WIB
Firmansyah,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

Ia mengisahkan, sekitar 10 tahun lalu, ada warga dari luar kampung tanpa izin menebang kayu di bukit. Dengan kompak, warga kampung menghentikan aksi penebangan.

"Mereka kami peringatkan dan jangan mengulanginya. Mereka minta maaf karena tidak tahu aturan adat itu. Sampai saat ini aturan itu terus kami pegang teguh," ujar Rapani.

Selain pelindung kampung, kata Rapani, Bukit Tinggi Hari merupakan penanda waktu oleh warga kampung.

Apabila sinar matahari telah sampai di puncak bukit, maka itu menandakan hari telah siang. Warga bersiap istirahat dari berkebun, makan dan solat zuhur.

"Makanya dinamakan bukit tinggi hari, ia juga bertindak sebagai penanda waktu," ujar dia.

Selain Bukit Tinggi Hari, masyarakat Adat Semende Ulu Nasal juga memiliki beberapa luasan hutan larangan yang juga tidak boleh dirambah.

Umumnya, kawasan itu sebagai sumber mata air dan penanda batas dari wilayah lain terutama perbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan.

Ancaman dari luar

Rapani khawatir, meski aturan adat masih kuat ancaman dari pihak luar terlebih perkebunan skala besar juga terus mengintai.

"Hutan di kampung kami memang berada di kawasan Areal Peruntukkan Lain (APL) memang incaran investor, kami harus melindunginya. Satu-satunya jalan melindunginya yakni dengan memperkuat aturan adat kami," kata Rapani.

Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Bengkulu, Defftri, mengungkapkan, kekhawatiran warga tersebut beralasan mengingat massifnya perluasan beberapa aktifitas perkebunan dan kebutuhan warga akan wilayah terutama tanah.

Batas hutan yang tidak konsisten juga kerap menjadi persoalan bagi permukiman warga.

"Batas hutan selalu berubah sehingga petani bingung di mana sebenarnya tempat boleh untuk bertani," ujar Defftri.

"Reforma agraria yang didengungkan pemerintah harus menyentuh masyarakat adat di pelosok Bengkulu. Semua masyarakat adat berhak diakui dan dilindungi, kearifan penataan wilayah adat, kepastian hak atas tanah dan wilayah, yang semakin terimpit dengan kepastian tata batas kehutanan dan HGU perkebunan," kata dia.

Ia mengatakan, AMAN akan mendorong agar komunitas masyarakata adat Semende Ulu Nasal dapat diakui oleh pemerintah.

"Dengan adanya pengakuan maka tata laku, hukum adat mereka bisa menjadi benteng pertahanan kehidupan warga," ujar Defftri.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com