"Perkiraanku polisinya 86 (berdamai). Pelaku dan truk lepas, meski sempat diamankan. Kayunya sampai sekarang masih di lokasi," ungkapnya.
Ditanya motivasi dia melakukan aksi perlawanan seperti itu, SS menyebut, kegiatan penebangan merusak jalan kampung mereka tak kurang 15 kilometer. Longsor di wilayah mereka juga sudah terjadi.
"Mereka menebangi kayu di daerah aliran sungai (DAS). Jadi kalau dibilang misalnya tak di hutan, tapi apa bisa menebang di dekat DAS. Jalan hancur dan longsor sudah terjadi di daerah Laut Tawar, dekat lokasi penebangan," ungkapnya.
Dalam beroperasi, para pekerja lapangan menggunakan ekskavator, traktor jonder, dan alat pemotong kayu atau chainsaw. Alat-alat berat itu jika dicek masih berada di lokasi setelah pengamanan petugas polisi hutan pada Sabtu (2/2/2019) dini hari.
Baca juga: 5 Fakta Penangkapan WN Perancis Dorfin Felix, Tertangkap di Hutan hingga Coba Suap Polisi Lagi
Pascapengamanan, pada Sabtu siang, polhut sempat mengajaknya ke lokasi penebangan. Tapi SS menolak ikut dengan alasan kurang enak badan. Dia cuma menyebut lokasi penebangan.
"Aku tolak, Bang. Biar mereka yang ke sana," katanya.
Hasil penyelidikan petugas, menurut Kepala UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah II Pematangskantar Joner Sipahutar pada Sabtu (2/2/2019) sore, lokasi penebangan bukan kawasan hutan.
"Saya pastikan itu bukan kawasan. Sudah kami dapatkan titik koordinatnya. Sejauh 1, 5 kilometer dari kawasan hutan," katanya.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Sumatera Utara, Dhana Tarigan, mengatakan, meski itu bukan di kawasan hutan, tidak bisa sembarangan orang melakukan penebangan.
"Ini tentu menjadi tanggung jawab bupati dan aparat kepolisian, apalagi dekat DAS. Itu dekat sumber air," tukasnya.
Dhana menantang aparat hukum mengungkap cukong penebangan kayu tersebut. Sebab, yang sempat diamankan hanya petugas lapangan.