KOMPAS.com - Tak banyak orang tahu, Kecamatan Argapura di Majalengka, Jawa Barat (Jawa Barat), sejak tahun 2004 telah menjelma menjadi eksportir sayur handal yang menghantaui Vietnam dan Cina.
Diantara tiga kecamatan di Majalengka – Rajagaluh, Sindang Wangi, dan Cikijing, kecamatan ini sudah ratusan tahun dikenal memiliki lembah dan bukit paling subur di seantero Jabar.
“Produk ekspor kami, daun bawang, bawang Sumenep, dan sawi putih. Secara rutin kami sudah mengekspor ke Taiwan. Beberapa negara lain di kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur seperti Singapura, Thailand, Korea Selatan dan Jepang, juga sering memesan produk kami, tetapi tidak rutin,” ungkap eksportir yang juga petani sayur Argapura, Dadang (53), saat ditemui di tempat pelelangan sayur di Argapura, Selasa (4/12/2018).
Setiap tahun, ia mengekspor bawang Sumenep 68 ton. Bawang Sumenep adalah jenis bawang merah berwarna keabuan dengan aroma lebih menyengat, dengan kualitas lebih tinggi dibandingkan bawang merah biasa. Harganya pun lebih mahal sekitar Rp 4000 dibandingkan bawang merah biasa.
“Untuk daun bawang, setiap tahun kami mengekspor 61,6 ton atau sekitar delapan peti kemas,” ujar Dadang.
Ia menjual bawang Sumenep dengan harga fluktuatif Rp 15.000 – Rp 25.000 perkilogram, sedang untuk bawang daun ia menjual Rp 5000 – Rp 8000 perkilogram.
Dadang menjelaskan, selain di Argapura, produsen bawang Sumenep di Jabar juga ada di Kuningan Selatan, dan Bandung Selatan.
“Tetapi kualitas produknya masih lebih baik bawang Sumenep asal Argapura. Semua orang tahu itu. Juga daun bawang yang ukurannya paling besar dibanding daun bawang dari wilayah lain di Indonesia,” ucap Dadang.
Ia mengakui, ekspor sawi putih di Argapura masih labil.
“Dalam sekali musim panen baru 28 ton yang kami ekspor ke Korea dan Taiwan,” ucap Dadang.
Ia bangga, karena kualitas produk ekspor para petani Argapura jauh lebih baik dengan ukuran lebih besar dibanding produk ekspor serupa dari Vietnam dan Cina.
“Dengan transportasi lewat laut yang lebih lama pun, produk kami masih lebih segar ketika tiba di negara tujuan,” tutur Dadang.
Itulah yang membuat eksportir Vietnam dan Cina memilih transportasi udara untuk bersaing dengan produk Argapura.
Sayang, di tahun 2015, ekpor bawang Sumenep dari Argapura terpaksa ia hentikan karena perubahan syarat pengemasan yang biayanya mahal.
“Importir meminta persyaratan yang membuat ongkos membuat peti kayu kemasan berubah dari Rp 12.000 menjadi Rp 300.000 per kwintal,” sesalnya.