Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Argapura, Pengekspor Sayur Andalan yang Diabaikan

Kompas.com - 05/12/2018, 11:04 WIB
Windoro Adi,
Heru Margianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tak banyak orang tahu, Kecamatan Argapura di Majalengka, Jawa Barat (Jawa Barat), sejak tahun 2004 telah menjelma menjadi eksportir sayur handal yang menghantaui Vietnam dan Cina.

Diantara tiga kecamatan di Majalengka – Rajagaluh, Sindang Wangi, dan  Cikijing, kecamatan ini sudah ratusan tahun dikenal memiliki lembah dan bukit paling subur di seantero Jabar.

“Produk ekspor kami, daun bawang, bawang Sumenep, dan sawi putih. Secara rutin kami sudah mengekspor ke Taiwan. Beberapa negara lain di kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur seperti Singapura, Thailand, Korea Selatan dan Jepang, juga sering memesan produk kami, tetapi tidak rutin,” ungkap eksportir yang juga petani sayur Argapura, Dadang (53), saat ditemui di tempat pelelangan sayur di Argapura, Selasa (4/12/2018).

Setiap tahun, ia mengekspor bawang Sumenep 68 ton. Bawang Sumenep adalah jenis bawang merah berwarna keabuan dengan aroma lebih menyengat, dengan kualitas lebih tinggi dibandingkan bawang merah biasa. Harganya pun lebih mahal sekitar Rp 4000 dibandingkan bawang merah biasa. 

“Untuk daun bawang, setiap tahun kami mengekspor 61,6 ton atau sekitar delapan peti kemas,” ujar Dadang.

Ia menjual bawang Sumenep dengan harga fluktuatif Rp 15.000 – Rp 25.000 perkilogram, sedang untuk bawang daun ia menjual Rp 5000 – Rp 8000 perkilogram.  

Bawang Sumenep andalan produk ekspor petani Kecamatan Argapura, Majalengka. Sejak 2015, ekspor bawang ini terhenti karena perubahan ongkos kemasan dari hanya Rp 12.000 menjadi Rp 300 ribu. Meski demikian bawang Sumenep produk Argapura yang dikenal paling unggul ini, masih terserap pasar domestik.KOMPAS/WINDORO ADI Bawang Sumenep andalan produk ekspor petani Kecamatan Argapura, Majalengka. Sejak 2015, ekspor bawang ini terhenti karena perubahan ongkos kemasan dari hanya Rp 12.000 menjadi Rp 300 ribu. Meski demikian bawang Sumenep produk Argapura yang dikenal paling unggul ini, masih terserap pasar domestik.

Dadang menjelaskan, selain di Argapura, produsen bawang Sumenep di Jabar juga ada di Kuningan Selatan, dan Bandung Selatan.

“Tetapi kualitas produknya masih lebih baik bawang Sumenep asal Argapura. Semua orang tahu itu. Juga daun bawang yang ukurannya paling  besar dibanding daun bawang dari wilayah lain di Indonesia,” ucap Dadang.

Ia mengakui, ekspor sawi putih di Argapura masih labil. 

“Dalam sekali musim panen baru 28 ton yang kami ekspor ke Korea dan Taiwan,” ucap Dadang.  

Ia bangga, karena kualitas produk ekspor para petani Argapura jauh lebih baik dengan ukuran lebih besar dibanding produk ekspor serupa dari Vietnam dan Cina. 

“Dengan transportasi lewat laut yang lebih lama pun, produk kami masih lebih segar ketika tiba di negara tujuan,” tutur Dadang. 

Itulah yang membuat eksportir Vietnam dan Cina memilih transportasi udara untuk bersaing dengan produk Argapura.

Kendala

Sayang, di tahun 2015, ekpor bawang Sumenep dari Argapura terpaksa ia hentikan karena perubahan syarat pengemasan yang biayanya mahal. 

“Importir meminta persyaratan yang membuat ongkos membuat peti kayu kemasan berubah dari Rp 12.000 menjadi Rp 300.000 per kwintal,” sesalnya. 

Meski demikian, bawang Sumenep produk Argapura masih terserap pasar domestik karena paling unggul dibandingkan produk bawang Sumenep dari wilayah lain di Indonesia.

Kendala lain yang dihadapi adalah transportasi darat. 

“Karena kami tak bisa menggunakan truk peti kemas, maka kami memakai beberapa truk membawa produk kami ke Surabaya dan Jakarta. Dari sana produk baru dipindahkan ke peti peti kemas,” tutur Dadang. 

Jangankan truk peti kemas, jalanan aspal berlubang menuju lumbung sayur mayur di Argapura saja sempit untuk dilintasi dua mobil yang berpapasan, tambahnya.

Bandara Kertajati

Camat Argapura, Ateng D Suherman yang mendampingi Dadang berharap, pemerintah pusat dan instansi terkait bisa membantu mengatasi sejumlah kendala yang dihadapi para petani sayur di Argapura.

“Masalah pelebaran jalan, masalah pendampingan membuat kemasan alternatif, masalah pendampingan kelompok tani, masalah ketersediaan dan harga pupuk, dan masalah jaringan bisnis yang masih minim di kalangan petani di sini. Bermacam kendala itulah yang membuat kemajuan para petani Argapura terhambat,” tuturnya.

Ia mengaku iri dengan para petani di wilayah lain terutama di Jawa Tengah yang sudah layak kelelola ekspor produk. Di Kabupaten Temanggung misalnya. 

“Enam hari dalam sepekan mereka sanggup mengekspor rata rata satu ton bermacam sayuran ke Singapura. Sayuran yang diekspor ke negeri Singa tersebut antara lain buncis, lobak, bit, labu siam, waluh, dan kentang,” ucap Ateng.

“Argapura memiliki modal tanah pertanian, air, cuaca, tradisi bertani sayur, dan produk sayur mayur yang jauh lebih baik dari Temanggung, tetapi nyatanya kami masih jauh di belakang mereka. Banyak hal yang kami tidak miliki dari mereka,” ujar Ateng.

Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Kertajati, Majalengka.-KOMPAS.com/AKHDI MARTIN PRATAMA Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Kertajati, Majalengka.

Ia berharap, Bandara Internasional Jabar, Kertajati, bisa segera menjadi jawaban terhadap kendala transportasi petani Argapura mengekspor produknya. 

“Kami butuh penghubung yang bersahabat untuk itu. Kami berharap pengelola Bandara Kertajati ikut memikirkan peluang para petani Argapura mengekspor produknya,” ucap Ateng.

Dadang pun mengaku, selama ini usaha ekspor yang ia lakukan bersama para petani di Argapura lebih banyak dilakukan sendiri. 

“Yang peduli baru di tingkat pemerintahan desa dan kecamatan,” tegasnya. 

Karena kemampuan aparat desa dan kecamatan terbatas, maka mereka hanya mampu mendampingi petani di aspek produksi.

“Padahal saat ini yang lebih penting adalah aspek pemasarannya. Kalau aspek produksi relatif tidak ada masalah karena tradisi bertani sayur di sini sudah berlangsung puluhan tahun. Para petani di sini umumnya sudah pandai membaca cuaca. Tetapi kalau soal produk mau dibuang ke mana, kami sering mengalami kesulitan. Apalagi kalau sudah dihajar harga jual yang tidak menentu. Saya sendiri pernah rugi sampai Rp 800 juta,” tandas Dadang.

Ia optimistis, jika sejumlah kendala yang melilit petani sayur di Argapura terurai, Kecamatan Argapura bisa diandalkan sebagai pengekspor daun bawang, bawang Sumenep, dan sawi putih, mengalahkan Vietnam dan Cina. 

Bahkan dengan kondisi tanah, air, dan cuaca yang dimiliki Argapura seperti sekarang, Dadang yakin, para petani Argapura mampu menjadi eksportir terbesar di dunia untuk ketiga produk tersebut. Apalagi jika di dukung tiga kecamatan lain yang memiliki kondisi yang sama. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com