Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga di Sigi Masih Trauma Suara Aum saat Gempa Mengguncang

Kompas.com - 15/10/2018, 14:38 WIB
Rosyid A Azhar ,
Farid Assifa

Tim Redaksi

 

Teriakan minta tolong dan segala suara kesengsaraan dari orang-orang di sekitarnya ia saksikan dengan mata kepala sendiri.

Mustakim merayap pada batang kelapa saat bumi masih bergetar dalam keremangan menjelang malam.

Tanah lembek setiap saat bisa menelannya bersama batang kelapa ini. Permukaan pohon kelapa yang kasar membuat kulitnya terparut, lumpur yang mengotori tubuhnya tak ia hiraukan. Ia fokus untuk mendekati bagian tanah yang tidak hanyut.

Saat sisi tanah keras sudah dekat, ia melompat sekuat tenaga. Mustakim berhasil. Ia cepat-cepat berdiri di jalan aspal yang putus tepat di jembatan yang melintasi Sungai Paneki.

“Di atas jembatan ini saya saksikan tanah ini mengalir ke bawah, tanaman pisang, kelapa dan jagung berpindah di hadapan saya, padahal tadi siang ini adalah perkampungan padat,” ujar Mustakim.

Dalam kegelapan, ia menatap kampungnya telah menjadi kebun dengan tanaman yang tegak berdiri. Tidak ada lagi suara minta tolong di hadapannya. Suara itu sudah beralih ke sisi bawah, tempat hanyutnya sebagian Kampung Jono Oge.

Baca juga: Duka Raisa, Bayi Korban Gempa Palu yang Kehilangan Kaki dan Ayahnya

Setelah semua tak bergerak lagi, Mustakim bergegas mencari orangtua dan saudaranya di bawah desa ini. Di sana rumah sudah saling menindih dan menghimpit. Ia tidak tahu berapa banyak tetangganya yang masih terkubur hidup-hidup dalam lumpur ini.

Nasib baik masih berpihak kepadanya. Orangtua dan saudaranya ditemukan masih hidup. Tidak ada lagi pakaian yang melekat di tubuh mereka, semuanya penuh lumpur dan luka-luka.

Segera saja orang-orang yang ada di sekitar memberi pertolongan, membersihkan tubuh dan memberi pakaian. Mereka ditampung sementara dalam tenda yang didirikan masyarakat.

Gemuruh dan guncangan bumi terus saja terjadi malam itu. Setiap warga Jono Oge mengalami ketakutan yang luar biasa.

Masih trauma

Jumat malam itu terasa sebagai malam yang panjang dengan penuh kengerian. Mereka yang belum menemukan sanak dan saudaranya dirundung kesedihan. Sementara yang hidup di tenda dilanda ketakutan.

“Saya mendengar ada acara anak-anak muda di Gereja GPDI Jono Oge, kabarnya ada lebih dari 100 orang, saya tidak tahu bagaimana nasibnya sekarang,” kata Syamsuddin.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com