Ketua tim Fixed Wing Raynaldi Masli menambahkan, proses desain pesawat buatan timnya ini berlangsung selama tiga bulan yakni sejak Februari hingga April 2018.
Namun, panitia Tubitak sendiri meminta konseptual desain itu diterjemahkan dalam bentuk proposal, bagaimana misi tersebut bisa dijalankan pesawatnya dengan baik.
Dikatakan, kelebihan dari pesawat tanpa awak milik timnya ini yakni mampu terbang rendah dengan kecepatan tertentu.
"Pesawat bisa terbang selama mungkin, lima meter per detik, seperti orang yang sedang berjalan," terangnya.
Baca juga: ITB dan Finland University Berkolaborasi Hadapi Era Disrupsi
Selain itu, pesawat tanpa awak itu pun memiliki modular yang bisa dibongkar pasang tergantung dari kebutuhan misi yang diminta.
"Misalmya, misi seringan dan secepat mungkin sehingga kita bisa melepas bagian belakang untuk menjatuhkan bola dan mengatur posisi sayap terhadap badan pesawatnya itu. Kita bisa mengubah kebutuhan itu untuk misi pendaratan atau pendaratan bola," tuturnya.
Selain bisa bermanuver, pesawat ini pun bisa dikendalikan dengan menggunakan remote control.
"Dari segi aero dinamika pesawat diuji komputasional. lalu untuk di tahap detail desain melakukan manufaktur pesawat. Pesawat ini murni dibuat menggunakan tangan, (pembuatan) tidak menggunakan mesin sama sekali," tuturnya.
Pesawat sendiri terbuat dari bahan ringan, butuh satu minggu untuk membuat pesawat tersebut. Dalam kompetisi Tubitak ini, pihaknya membawa tiga unit pesawat tanpa awak yang bisa dibongkar pasang.
"Sistemnya, sistem tunggal bongkar pasang bisa dipindahkan ke frame pesawat lainnya," katanya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.