Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Dua Warga Pinogu Gorontalo Selamatkan Maleo dari Kepunahan

Kompas.com - 04/04/2018, 18:29 WIB
Rosyid A Azhar ,
Farid Assifa

Tim Redaksi

Khusus maleo ini, mereka paham benar ruang kehidupan yang bergantung pada panas bumi untuk menitipkan telurnya pada alam. Sementara tanah yang memiliki panas bumi tidak luas dan tidak tersebar di mana-mana.

“Bahkan yang ada panas bumi pun tidak selalu ada maleonya, mereka sangat memilih tempat bertelur,” kata Ka Jaka.

Hingga 31 Desember 2017, mereka telah mengumpulkan 21 butir telur, dan selama itu pula telur yang sejak dipindahkan telah menetas 2 ekor. Munculnya anakan maleo ke permukaan tanah ini memberi semangat pada mereka untuk lebih giat memindahkan telur ke dalam tempat penetesan darurat yang mereka bangun.

Baca juga : Untuk Kali Pertama pada 2018, Anak Burung Maleo Menetas di Pohulongo

Dua maleo hasil penetasan ini langsung dilepasliarkan dalam rimbunnya pepohonan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Mereka berharap anakan ini tumbuh besar dan kembali bertelur di tempat ini.

“Kami yakin anakan maleo yang bertelur dan menetas di sini kelak akan kembali bertelur di lokasi yang sama,” ujar Ka Madi.

Sepanjang Januari lalu, di sela kesibukannya sebagai petani tradisional di Pinogu, mereka tak henti mengumpulkan telur maleo. Ada 42 butir yang bisa dikumpulkan dan dipindahkan ke tempat penetsan. Satu butir telur telah menetes dan langsung dilepaskan ke alam.

Proses penetesan

Berbeda dengan keluarga burung pada umumnya, saat menetas di dalam tanah, anakan maleo perlu waktu hingga 2 hari untuk muncul di permukaan tanah. Proses ini kadang-kadang terhambat oleh adanya akar dalam tanah sehingga bayi maleo yang ringkih ini akan tetap terbenam selamanya dalam tanah dan mati.

Bahkan saat sukses muncul di permukaan tanah, anakan maleo ini tidak lepas dari bahaya. Burung elang adalah pemangsa yang acap mengintai kemunculannya untuk disantap.

Pada Februari, di kawasan Pohulongo ini Ka Madi dan Ka Jaka brhasil mengumpulkan terkumpul telur 34 butir dan melepas 1 ekor anakan maleo yang baru keluar dari dalam tanah.

Keberhasilan masyarakat Pinogu ini mendapat apresiasi dari pemerintah kecamatan. Mereka pun bersama-sama melepasliarkan anakan maleo di alam.

“Kami mengapresiasi perjuangan masyarakat Pinogu dalam upaya melestarikan burung maleo, ini sangat membanggakan,” kata Bagus Tri Nugroho.

Kisah Ka Jaka dan Ka Madi bukanlah cerita yang mulus. Tantangan mengelola telur maleo ini tidak mudah, setidaknya telur-telur ini tidak berada di belakang rumah mereka.

Setiap pagi, dua orang petani ini menyeberangi Sungai Bone, sungai terbesar di Gorontalo, menuju lokasi peneluran maleo.

Baca juga : Ada Burung Mirip Maleo Hidup di NTT

Rakit bambu sederhana ukuran 1,5x4 meter digunakan untuk menempuh perjalanan rutin mencari telur. Dengan menggunakan galah bambu panjang, mereka berdua mengarahkan rakit menuju kawasaan Pohulongo. Tidak mudah, karena batu kali besar berserak di badan sungai.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com