Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ombudsman Tangani Kasus Pembongkaran Bangunan Rumah Warga di Bojonggede

Kompas.com - 21/03/2018, 19:11 WIB
Ramdhan Triyadi Bempah,
Farid Assifa

Tim Redaksi

BOGOR, KOMPAS.com - Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya meninjau lokasi penggusuran puluhan bangunan tempat tinggal warga di Desa Bojonggede, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor, Rabu (21/3/2018).

Kedatangan tim Ombudsman ke wilayah itu untuk menindaklanjuti laporan warga Desa Bojonggede yang merasa dirugikan setelah rumah-rumah mereka dibongkar paksa oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bogor, November 2017 lalu.

Asisten Bidang Pemeriksa Laporan Ombudsman RI Jakarta Raya, Muhammad Fauzi mengatakan, dari kunjungannya itu didapat bahwa warga memiliki alas hak tanah berupa sertifikat, akta jual beli (AJB), serta girik atas tanah dan bangunan yang dibongkar oleh Pemkab Bogor.

"Intinya, warga menuntut kepastian hukum. Pertama, kita mengumpulkan bukti dan fakta di lapangan. Kita ke lokasi penggusurannya. Sudah kita buatkan petanya," ucap Fauzi.

Ia menambahkan, setelah mengumpulkan bukti maupun data yang disampaikan pelapor (warga), Ombudsman berkewajiban untuk memverifikasi kebenaran atau bukti tersebut.

Termasuk, kata Fauzi, meminta klarifikasi atau keterangan dari pihak kecamatan maupun kelurahan setempat, serta pihak-pihak terkait lainnya.

"Dalam kasus ini kan bangunannya sudah dirobohkan, dihancurkan, tapi warga ini mengklaim mereka memiliki bukti atas kepemilikan tanah tersebut. Makanya, kita ploting peta, titik-titik ataupun lokasi tanah yang dimaksud warga," sebutnya.

Baca juga : Tuntut Ganti Rugi, Warga Bojonggede Mengadu ke DPRD Kabupaten Bogor

Salah satu perwakilan warga, Arif Rahman (39) mengatakan, sudah hampir empat bulan warga Bojonggede memperjuangkan haknya untuk meminta pertanggungjawaban kepada Pemkab Bogor

Arif menyebut, warga menuntut biaya ganti rugi atas bangunan tempat tinggal yang telah dibongkar.

Selain itu, sambungnya, warga juga mempertanyakan soal kejelasan status kepemilikan tanah, sebab mereka merasa sudah memiliki surat-surat lengkap.

"Warga sudah berkoordinasi dan mengumpulkan data-data yang dibutuhkan oleh Ombudsman untuk dipelajari. Nanti, Ombudsman akan menilai apakah ini memang masuknya ranah pelanggaran atau bukan," kata Arif.

Selama ini, lanjut dia, belum pernah sekalipun pihak dari pemerintah daerah atau yang mewakili datang menemui warga untuk membicarakan masalah ini.

Dia bersama puluhan warga lainnya berharap, hadirnya Ombudsman di tengah konflik ini bisa menjadi jembatan untuk penyelesaian tuntutan mereka.

"Kami dibilang warga negara patuh, sudah. Kami punya bukti kepemilikan, kami nggak liar. Kami harap Ombudsman bisa jadi jembatan kami biar jelas," tuturnya.

"Minimal, keringat kami ini, perjuangan kami ini, bisa dibayar. Selanjutnya, ini jadi pelajaran, ayo kita bangun Indonesia ini jadi good governance, yang bersih, yang terbuka untuk rakyatnya," harapnya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com