Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Anak-anak di Gresik Mulai Suka Warisan Budaya Leluhur

Kompas.com - 20/03/2018, 13:04 WIB
Hamzah Arfah,
Reni Susanti

Tim Redaksi

GRESIK, KOMPAS.com – Seiring perkembangan zaman, banyak warisan budaya leluhur yang akhirnya harus mengakui ‘kalah bersaing’ dengan games maupun gadget, yang banyak dipilih anak muda sekarang.

Banyak anak-anak maupun kaum muda milenial yang mengaggap games di playstation atau gadget lebih menarik dibanding budaya leluhur. Namun anggapan itu tidak berlaku bagi warga Kroman dan Lumpur, Gresik

Sebab, anak-anak maupun kaum muda di sana, cukup senang bisa terlibat dalam kesenian warisan leluhur, pencak macan. Salah satunya, Muhammad Arfan Maulana (11), siswa kelas 4 SD. 

“Tidak hanya saya sebenarnya, banyak teman lain yang biasa ikut. Tapi kebetulan mereka banyak yang masuk sekolah, sementara saya kebetulan masuk sekolahnya siang,” tutur Arfan saat ditemui di sela menghibur peserta acara Rapat Kerja Cabang Khusus (Rakercabsus) PDI-P Gresik, Senin (19/3/2018).

(Baca juga : Melestarikan Angklung sebagai Warisan Budaya Dunia )

Ia mengaku, rela membagi waktunya karena sudah jauh-jauh hari mempersiapkan diri untuk terlibat dalam agenda tersebut. Apalagi selama ini, ia dan teman-teman seusianya sudah berlatih secara rutin bersama Paguyuban Seni Tradisi Lumpur Gresik (PSTLG).

“Senang saja. Karena di sini bisa belajar tetabuhan dari mas dan bapak-bapaknya. Selain itu, juga bisa melihat para pemain melakukan silat pada saat pementasan,” jelasnya.

Selain pesilat, macan-macanan juga menjadi ikon dalam kesenian tradisional pencak macan.KOMPAS.com/Hamzah Selain pesilat, macan-macanan juga menjadi ikon dalam kesenian tradisional pencak macan.
Bersama puluhan anak lain di Kelurahan Lumpur, Arfan belajar seni tradisi tersebut setiap Senin, Rabu, dan kadang Jumat malam. Tepatnya latihan di Gapura yang ada di kelurahan tersebut.

“Melihat animo itu, kami sebagai anggota dan mungkin senior menjadi terpanggil untuk mengajarkan kepada anak-anak akan tradisi ini,” ucap salah satu anggota PSTLG, Ismail (34).

Bagi Ismail dan para anggota PSTLG yang lain, kehadiran Arfan dan para anak-anak tersebut dalam beberapa tahun terakhir, memberikan semangat tersendiri bagi mereka dalam melestarikan kesenian budaya warisan leluhur tersebut.

“Sebab kami juga sempat berpikir, kalau bukan mereka siapa lagi nanti yang akan mewarisi tradisi ini,” sambungnya.

Baca juga : 5 Tradisi Asal Gorontalo Ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda )

Namun, Ismail berharap, kesenian tersebut tidak dijadikan mata pencaharian bagi anak-anak tersebut ketika dewasa. Lantaran pendapatan dari kesenian ini, tidak cukup menjanjikan untuk menghidupi keluarga.

“Kalau saat ini, setiap kali tanggapan (ajakan mentas) itu biasanya kurang lebih Rp 2,5 juta sampai Rp 3 juta. Uang itu, biasa kita bagi untuk semua anggota yang ikut, sekitar 20 orang. Tanggapan itu juga tidak tiap hari, paling-paling ramainya pas musim nikahan saja,” beber Ismail.

Karena itu, para anggota PSTLG memiliki pekerjaan lain yang bisa diandalkan dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari. Mulai dari nelayan, buruh, hingga pekerja pabrik yang berada di sekitar kelurahan.

“Sebab itu, setiap kali tanggapan belum tentu kami akan tampil dengan komposisi pemain sama, karena menyesuaikan dengan pekerjaan masing-masing,” kata dia.

Muhammad Arfan Maulana semangat bisa menjadi bagian anggota tetabuhan di acara pencak macan.KOMPAS.com / Hamzah Muhammad Arfan Maulana semangat bisa menjadi bagian anggota tetabuhan di acara pencak macan.

Sempat vakum

Salah satu anggota PSTLG Abdul Madjid mengatakan kesenian pencak macan merupakan budaya yang diwariskan mendiang Mbah Sindujoyo, sesepuh warga pesisir pantai di Kawasan Gresik kota.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com