Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kawa Daun, Kopi Khas Sumatera Barat yang Diseduh dari Daun (1)

Kompas.com - 29/09/2017, 07:00 WIB
Rahmadhani

Penulis

PADANG, KOMPAS.com - Warung kopi kawa daun belakangan ini marak muncul di wilayah Sumatera Barat. Jika menelusuri Kota Padang, warung ini pasti mudah ditemui di setiap sudut kota.

Apalagi jika menelusuri perjalanan dari Batusangkar menuju Kota Bukittinggi yang berhawa sejuk. Lebih banyak lagi warung serupa yang ditemui.

Sementara itu, jika menelusuri perjalanan dari Kota Bukittinggi menuju Kota Payakumbuh, warung yang sama juga mudah ditemui. Bedanya, warung-warung ini menampilkan olahan kopi kawa daun dalam bentuk modern, baik itu yang sudah dicampur dengan susu atau dipadu dengan teh talua, minuman khas Sumatera Barat.

Kopi kawa daun menarik minat pecinta kopi karena selain cita rasa yang berbeda dari kopi hitam biasa, bahan baku dan tampilannya juga menarik.

Kopi kawa daun ini berasal dari kopi yang langsung diseduh dari daun kopi seperti teh, tidak menggunakan biji kopi seperti kopi hitam lazimnya. Warnanya pun lebih mengarah ke bentuk teh.

Untuk meminumnya tidak menggunakan gelas, tetapi menggunakan batok kelapa agar aroma lebih harum dan cita rasa kopi tetap terjaga. 

Cerita turun-temurun

Tak hanya itu, sejarah awal mula minuman kopi kawa daun ini muncul di tengah masyarakat Sumatera Barat juga menarik minat pecinta kopi, bahkan bukan pecinta kopi.

Menurut cerita yang berkembang, kopi kawa daun telah dikenal orang Minangkabau sejak ratusan tahun lalu dan hanya untuk masyarakat kalangan bawah, rakyat jelata.

Karena biji kopi harus dijual kepada Belanda, masyarakat yang ingin menikmati kopi hanya bisa menyeduh daunnya saja.

(Baca juga: Kopi Pinogu, dari Belantara Hutan menuju Istana Presiden)

Marwan Kari Mangkuto (49), seorang penikmat kopi yang ditemui di warung kopi bernama Palanta Kawa Tarusan Kamang, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam, Sumatera Barat ini, Selasa (19/9/2017), mengaku kerap merasakan sepatnya minuman kopi kawa daun meskipun tidak lahir saat penjajahan Belanda. Kehidupan yang sulit memaksanya kerap menyeduh daun kopi ini pada masa mudanya.

"Sejak dulu kami mengenal kopi kawa daun ini lahir akibat adanya tanam paksa di Sumatera Barat dan pungutan pajak sebesar 20 persen. Kopi yang dihasilkan harus dijual ke kaki tangan Belanda yang berada di kampung-kampung. Pemuka masyarakat saat itu sudah menjadi kaki tangan Belanda sehingga tidak ada lagi biji kopi yang bisa disimpan di rumah-rumah penduduk," tuturnya.

Dulunya, lanjut Marwan, di area Bukit Barisan yang berada di Tarusan Kamang, Kabupaten Agam, masih banyak ditemui warga yang melanjutkan usaha kebun kopi warisan Belanda.

Hampir semua masyarakat memiliki kebun kopi yang luasnya sampai 3 hektar untuk setiap kepala keluarga. Untuk mendapatkan kopi kawa daun yang nikmat, daun kopi dipilih yang terbaik.

Jika sekarang, sebagai pemanis ditambahkan gula, dulunya hanya menggunakan gula tebu yang di Sumatera Barat dikenal dengan sebutan saka.

Selagi panas, kopi dituang ke dalam batok kelapa yang di bawahnya sudah di alas tengkak, berfungsi sebagai tatakan gelas agar tidak tumpah. Tengkak ini dibuat dari bambu yang dipotong-potong dengan panjang tidak sampai 10 cm.

“Dulu, gelasnya tetap menggunakan batok kelapa. Saat itu, kehidupan sulit, jadi tidak ada gelas kaca maupun gula," ucapnya mengenang masa-masa sulit dulu. 

 

(Bersambung: Cerita di Balik Daun Kawa, Kopi Seduhan Daun Khas Sumatera Barat (2))

 

Kompas TV Menyajikan Kopi Terkecil di Dunia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com